Tema : "Empat Windu Membangun Negeriku"
Empat Windu Universitas
Terbuka: Transformasi Pendidikan Tinggi Indonesia Berbasis Partisipasi
Mahasiswa
Dewasa
ini, pendidikan tinggi seringkali dianggap sebagai lembaga pendidikan yang
mampu memperbaiki nasib anak bangsa. Lewat ijazah S1, diharapkan lulusan
pendidikan tinggi mampu mencapai karier yang diharapkan dengan kompetensi yang
dimiliki. Tak heran rasanya jika peminat pendidikan tinggi terus bertambah dari
tahun ke tahun. Berbagai perguruan tinggi dan universitas menyiapkan mekanisme
seleksi yang ketat guna mendapatkan bibit mahasiswa yang unggul. Pada akhirnya,
pendidikan tinggi menjadi inkubator mahasiswa dalam mempersiapkan diri
menghadapi tantangan dalam dunia karier.
Sayangnya, keberadaan pendidikan tinggi di Indonesia masih terkonsentrasi pada Pulau Jawa. Mau tidak mau, calon mahasiswa yang mau menempuh pendidikan tinggi harus mempersiapkan dana ekstra untuk biaya kost, makan sehari-hari, hingga buku paket. Bagi keluarga yang mampu secara finansial, hal ini tidak menjadi soal. Namun bagi keluarga yang hidup pas-pasan, hal ini tentu memberatkan dan membuat cita-cita calon mahasiswa untuk menempuh pendidikan menjadi padam karena kondisi ekonomi.
Sayangnya, keberadaan pendidikan tinggi di Indonesia masih terkonsentrasi pada Pulau Jawa. Mau tidak mau, calon mahasiswa yang mau menempuh pendidikan tinggi harus mempersiapkan dana ekstra untuk biaya kost, makan sehari-hari, hingga buku paket. Bagi keluarga yang mampu secara finansial, hal ini tidak menjadi soal. Namun bagi keluarga yang hidup pas-pasan, hal ini tentu memberatkan dan membuat cita-cita calon mahasiswa untuk menempuh pendidikan menjadi padam karena kondisi ekonomi.
Melihat
kondisi struktur dan geografis Indonesia yang sangat luas dan pembangunan
infrastruktur masih terfokus pada Pulau Jawa, maka keberadaan Universitas
Terbuka ibarat oase bagi calon mahasiswa Indonesia yang baru saja lulus dari
bangku SMA untuk tetap merangkai mimpi di bangku kuliah. Universitas Terbuka memberikan
suatu kesegaran dalam dunia pendidikan Indonesia untuk tetap berkembang dan
memperbaharui diri dari hari ke hari.
Revolusi
Pendidikan Konvensional
Jika
selama ini, pendidikan tinggi menuntut kehadiran mahasiswa secara tatap muka.
Universitas Terbuka membuka ruang belajar dengan sistem terbuka dan fleksibel.
Mahasiswa bisa belajar sesuai waktu yang mereka miliki. Tak hanya itu,
Universitas Terbuka juga tidak membatasi mahasiswa berdasarkan umur, sehingga
setiap orang, baik tua maupun muda bisa menempuh pendidikan tinggi tanpa ada
diskriminasi usia.
Tak
hanya itu, Universitas Terbuka juga tidak membatasi waktu pendaftaran
mahasiswa. Jika universitas konvensional pada umumnya memberi batasan tertentu
untuk Ujian Saringan Masuk (USM), Universitas Terbuka membuka kesempatan
tersebut sepanjang tahun, sehingga calon mahasiswa tidak kehabisan waktu dan
umur untuk menempuh pendidikan tinggi, jika tidak diterima di universitas
favoritnya.
Layanan
akademik yang ditawarkan pun sangat inovatif. Jika universitas pada umumnya
hanya menyediakan dosen untuk mengajar di kelas dalam proses pembelajaran,
Universitas Terbuka membuka layanan akademik melalui kegiatan tutorial.
Kegiatan tutorial ini sendiri terbagi menjadi dua, yakni tutorial tatap muka
dan tutorial jarak jauh melalui radio, televisi, dan internet. Layanan ini tentu
memudahkan mahasiswa dalam memperoleh bahan ajar tatkala dosen yang
bersangkutan berhalangan hadir jika berada di universitas pada umumnya.
Katalisator
Partisipasi Mahasiswa
Satu
hal yang menjadi persoalan mendasar pendidikan tinggi di Indonesia adalah
kurangnya partisipasi aktif mahasiswa dalam menentukan jalannya proses
pendidikan. Rute pendidikan dari bangku SD, SMP, SMA, hingga Universitas seolah
menjadi anak tangga yang dianggap formalitas tanpa adanya suatu dorongan.
Tuntutan orang tua melihat anaknya bergelar sarjana, serta kebutuhan dunia
kerja yang menuntut lulusan pendidikan tinggi sebagai calon karyawan membuat
pendidikan tinggi hanya mengejar ijazah. Padahal, pendidikan tinggi seyogianya
mempersiapkan mental anak bangsa untuk memasuki dunia kerja yang jauh lebih
kompleks dan dinamis dari bangku pendidikan.
Keberadaan
Universitas Terbuka ini menjadi suatu bentuk cambuk kasih sayang bagi calon
mahasiswa untuk mengejar impian secara gigih dan penuh kerja keras. Jika
universitas konvensional pada umumnya menerapkan jam belajar secara terpola dan
teratur dengan baik setiap minggunya, maka Universitas Terbuka menuntut
mahasiswa untuk displin dan aktif dalam menjalankan proses pendidikan sesuai
keinginan mereka sendiri.
Mahasiswa
tidak lagi dibebani kewajiban untuk bangun pagi dan berangkat ke kampus,
melainkan mereka membuat manajemen waktu sendiri. Hal ini membuat mahasiswa
mempunyai inisiatif untuk belajar. Belajar tidak lagi menjadi sebuah beban,
melainkan sebuah keinginan bahwa mahasiswa tersebut ingin mendapatkan ilmu.
Universitas Terbuka mengubah paradigma mahasiswa dari objek menjadi subjek
dalam proses pembelajaran.
Selain
itu, Universitas Terbuka juga tidak membatasi waktu penyelesaian studi layaknya
universitas konvensional. Hal ini membuat mahasiswa punya kesadaran atas
kelanjutan studinya di kampus. Jika mahasiswa harus dibatasi 7 tahun untuk
lulus, maka biasanya mahasiswa hanya bersemangat belajar karena deadline yang
ditetapkan oleh universitas. Waktu yang tidak terbatas untuk lulus ini membuat
daya saing mahasiswa akan sangat kentara terlihat, antara mahasiswa yang
benar-benar ingin sungguh-sungguh atau hanya sekadar menganggap kuliah sebagai
ajang belajar main-main.
Jika
bahan ajar universitas konvensional sangat bergantung pada dosen yang mengajar,
maka Universitas Terbuka sangat membuka lebar kesempatan bagi mahasiswa untuk
mengambil bahan ajar dari segala sumber. Modul-modul yang disiapkan Universitas
Terbuka pun berbasis komputer dan internet (CAI dan Web-Supplement), sehingga
mudah diakses dan dapat didapatkan dengan mudah oleh mahasiswa. Mahasiswa tidak
lagi dicekoki untuk belajar, melainkan aktif belajar secara mandiri dari sumber
yang didapatkan.
Universitas
Terbuka membuat mahasiswa menjadi aktor atas kesuksesan studi yang ditempuhnya,
bukan lagi objek yang dituntun untuk meraih gelar sarjana. Partisipasi
mahasiswa dalam proses pendidikan ini juga membuat mahasiswa tahu sasaran dan
tujuan yang akan dicapai kelak ketika sudah lulus dari Universitas Terbuka. Berbeda
dengan lulusan universitas konvensional yang rata-rata bingung dan
bertanya-tanya langkah apa yang akan dilakukan selanjutnya selepas dari bangku
kuliah akibat terlalu sering didikte untuk melakukan A dan B.
Sarjana
Tanpa Kata Galau
Kehadiran
Universitas Terbuka diharapkan tidak membuat sarjana keluaran pendidikan tinggi
menjadi galau karena tidak kunjung mendapatkan lamaran pekerjaan. Lulusan
pendidikan tinggi tidak hanya menunggu jadwal wawancara dan seleksi kerja,
melainkan mampu menangkap peluang yang ada menjadi sebuah karier yang
prospektif dan menjanjikan. Hal ini tentu dilatih dari mentalitas “jemput bola”
untuk menjadikan pendidikan sebagai keinginan dan kebutuhan, bukan kebutuhan
semata.
Banyak
mahasiswa yang menjadikan pendidikan tinggi hanya sebagai sebuah kebutuhan
semata tanpa keinginan, sehingga mereka hanya tertuju pada ijazah dan wisuda
semata dengan proses belajar yang asal-asalan. Universitas Terbuka tentu akan
membuat mahasiswa belajar karena keinginan dan kebutuhan mereka untuk tetap
bersaing dan berkembang di tengah dunia yang memasuki era persaingan global. Sarjana
pun menjadi pribadi yang tangguh, penuh inisiatif, dan gigih dalam meraih apa
yang mereka inginkan.
Melihat
proses pembelajaran yang ditawarkan Universitas Terbuka, rasanya tidak ada lagi
kata mustahil bagi pelajar Indonesia untuk mengenyam pendidikan tinggi dengan
baik. Kendala waktu, jarak, dan tempat tidak lagi relevan untuk dipersoalkan
dengan adanya Universitas Terbuka. Mahasiswa tidak hanya dididik ilmu secara
akademis, tetapi juga dituntut untuk berpartisipasi dalam proses pendidikan
yang berlangsung.
Semoga
dengan adanya Universitas Terbuka di usianya yang ke-32, kuliah tidak lagi menjadi
sebuah beban bangun pagi dengan membawa buku paket yang berat, melainkan sebuah
proses edukasi yang interaktif, menyenangkan, dan mampu menggali banyak hal di
samping ilmu yang didapat. Mahasiswa belajar untuk lebih displin, bertanggung
jawab, mempunyai semangat juang, dan yang terpenting inisiatif untuk menentukan
ke arah mana kakinya akan melangkah selepas dari bangku kuliah.
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari
Universitas Terbuka dalam rangka memperingati HUT Universitas Terbuka ke-32.
Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan.
~
oOo ~
Betul tuh mas, dengan adanya UT, maka warga negara yang ingin pendidikan tinggi bisa terfasilitasi....
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteMaju terus UT. sayangnya di UT tidak ada uts. dan Tuton hanya 8x pertemuan. Saya Harap Tuton Bisa 16x pertemuan agar lebih banyak waktu untuk sharing dan berdiskusi
ReplyDelete