Topik: “What’s your travel plan in 2015”
Jadi
Anak Angkat di Jepang
Sumber: desaindesainrumah.com |
Traveling
itu identik dengan mengunjungi sebuah objek wisata, belanja oleh-oleh, dan
sibuk posting foto di Instagram untuk menunjukkan “I’m here!”. Sebagai seorang traveler, saya ingin sekali mencoba
sesuatu yang baru dalam perjalanan saya menjelajahi suatu tempat. Tentu jenuh
rasanya jika mengikuti sebuah grup tur yang mengharuskan saya mengikuti pola
5-6-7 alias jam 5 morning call, jam 6
breakfast, dan jam 7 berangkat!
Belum lagi saya harus berlari-lari
di sebuah objek wisata karena waktu yang diberikan hanya 30 menit – 1 jam
sampai nafas tersengal-sengal karena diaba-aba oleh pemandu tur. Tur membuat
saya merasa terburu-buru, capek fisik, dan tidak bisa merefleksikan keindahan
tempat wisata karena waktu yang ada benar-benar dikompres sedemikian rupa
hingga waktu untuk menikmati dan diam sejenak pun tidak ada.
Pergi traveling secara mandiri pun
demikian. Memang tidak ada orang yang memaksa kita bangun pagi dan kita bebas
menentukan acara. Membaca peta dan mengunjungi sebuah objek wisata memang
menyenangkan awalnya. Tapi jika terus menerus demikian di semua tempat, rasanya
kesan wisata seolah hanya mengambil foto dan suasana. Tidak ada kesan yang
terlalu istimewa atau mendalam dari sebuah wilayah, kecuali mengatakan “bagus”
dan “tidak bagus”.
Merasakan suasana traveling yang
monoton dan sangat mainstream inilah,
saya terpikir untuk membuat travel plan
yang boleh dikatakan tidak umum bagi traveler Indonesia. Saya ingin sekali traveling
dengan menjadi anak angkat di Jepang. Boleh dikatakan saya ingin sekali
tersesat di sebuah daerah kecil di Jepang dan tinggal bersama penduduk
setempat. Saya ingin melihat, merasakan, dan mengerjakan apa yang dikerjakan
orang Jepang asli di pedesaan mengingat bangsa ini mempunyai kultur yang sangat
kental.
Seru rasanya tinggal dan tidur
beralaskan tatami yang sederhana. Mencoba belajar bahasa Jepang dan tata krama
yang ada lewat kehidupan sehari-hari. Mengikuti ritme kehidupan yang dipenuhi
kerja keras, kesopanan, tepat waktu, dan tradisi yang kuat. Jalan-jalan bersama
orang Jepang sebaya melihat wisata yang ada dari perspektif orang lokal, serta
mandi bersama di onsen. Rasanya saya seolah dilahirkan kembali alias reborn sebagai orang Jepang dengan fisik
orang Indonesia yang mampu mengenali budaya Jepang secara menyeluruh.
Traveling versi saya di tahun 2015
ini tentu akan memberikan banyak sekali pengalaman, wawasan, dan pengetahuan yang
dapat disamaratakan dengan membaca ribuan buku tentang Jepang. Menjadi anak
angkat memberikan saya kacamata baru tentang bagaimana orang Jepang memandang
kehidupan dan semua elemen yang ada didalamnya secara menyeluruh. Semua
perspektif itu tentu menjadi bekal berharga bagi saya dalam menjalani kehidupan
sepulang dari traveling.
Saya percaya bahwa traveling adalah
sebuah perjalanan sakral untuk menemukan diri. Melihat siapa jati diri kita
sesungguhnya tanpa topeng kepura-puraan di hadapan teman kantor, melihat
ketangguhan diri kita menghadapi insiden tak terduga, dan menguji sejauhmana
tingkat toleransi kita akan perbedaan. Traveling memberi saya cermin besar
tentang siapa diri saya sesungguhnya yang mungkin selama ini tidak saya kenali
juga.
Semoga travel plan saya di tahun
2015 dapat terwujud dan memberikan saya banyak perspektif baru tentang
kehidupan yang mengajarkan saya bagaimana seni untuk menghargai, mengisi, dan
memaknai hidup dari hari ke hari lewat kebudayaan Jepang yang kental.
Yuk ikuti kuis berhadiah kamera Canon Powershot
SX400 IS di www.pergidulu.com juga!
~
oOo ~