Saatnya Menunjukkan Eksistensi Batik
By. Daniel Hermawan
Masih segar di ingatan kita, batik diresmikan UNESCO sebagai warisan budaya bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya pada tanggal 2 Oktober lalu. Sebagai anak bangsa, tentu kita patut bangga terhadap upaya pemerintah selama ini dalam menghakpatenkan batik. Setelah Tari Pendet, lagu Rasa Sayange, dan berbagai budaya Indonesia diakui negeri jiran sebagai budaya bangsanya, kini bangsa kita sudah bisa sedikit bernafas lega. Batik sudah aman dalam genggaman tangan bangsa kita.
Sebagai wujud kebanggaan terhadap peresmian batik, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengimbau masyarakat untuk memakai batik. Pemerintah juga menetapkan 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional. Peringatan Hari Batik Nasional diisi dengan berbagai kegiatan. Sebut saja pawai keliling dengan pakaian batik di Jawa Tengah, bersepeda dengan pakaian batik di Bandung, dan masih banyak lainnya. Sekolah saya juga mengimbau seluruh siswa untuk mengenakan batik. Hal ini dilakukan sebagai wujud kecintaan kita terhadap budaya bangsa.
Batik hanyalah satu dari sekian ratus, bahkan sekian ribu budaya bangsa kita yang belum terdaftar di UNESCO. Peringatan Hari Batik Nasional ini hendaknya dapat memicu ribuan budaya Indonesia lainnya untuk segera dihakpatenkan agar tidak disalahgunakan oleh bangsa lain. Hal ini dilakukan untuk melindungi warisan budaya bangsa yang tidak ternilai harganya.
Batik memang sudah aman dalam genggaman tangan bangsa kita. Namun tanpa adanya rasa memiliki dalam hari rakyat Indonesia, tentu pencapaian pemerintah hanya sekedar formalitas belaka. Sebagai warga Indonesia, kita patut menjaga dan melestarikan budaya batik dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu dapat dilakukan dengan menggunakan batik setiap hari.
Sebagai pelajar, kita dapat menjadikan batik sebagai “trend abad 21”. Kita dapat menggunakan batik untuk berjalan-jalan ke mal dan acara ulang tahun teman. Meskipun kita akan dianggap aneh oleh orang lain, kita patut bangga terhadap diri kita sendiri. Kita berani menjadi trendsetter yang membanggakan bangsa dan negara tercinta. Justru orang yang menghina kita yang patut malu dengan dirinya. Apakah dia sudah mencintai batik atau cuma sekedar omdo tanpa ada tindakan konkrit?
Rasa memiliki merupakan unsur terpenting dalam melestarikan budaya batik. Tanpa adanya rasa memiliki, kita akan bersikap masa bodoh terhadap budaya batik. Tanamkan pemikiran dalam diri kita bahwa batik adalah harta karun peninggalan nenek moyang kita yang sangat berharga. Dengan begitu, kita merasa batik adalah harta kita bersama yang harus dijaga keberadaannya dari para penjajah budaya. Melestarikan batik menjadi kewajiban dan tanggung jawab kita sebagai warga negara yang baik. Kita akan melestarikan batik tanpa beban sama seperti menjaga barang pribadi kepunyaan kita masing-masing.
Jika selama ini kita menggunakan batik dalam acara formal. Kita dapat memulai perubahan dengan memakai batik setiap hari. Hal ini menunjukkan kita mencintai dan bangga terhadap budaya batik. Ingat, perubahan dimulai dari hal kecil. Dengan memakai batik mulai dari diri sendiri, kita dapat membawa pengaruh besar bagi orang-orang di sekeliling kita. Pada akhirnya, negeri jiran tidak dapat berkutik untuk mengakui batik sebagai budayanya.
Sudah saatnya kita menunjukkan eksistensi batik di kancah internasional. Hal ini dapat dilakukan dengan memakai batik di manapun kita berada. Sama seperti peribahasa, ada gula ada semut. Kita pun dapat mengubah peribahasa itu menjadi: ada batik ada aku. Banggakan batik sebagai warisan budaya bangsa yang tidak ternilai harganya. Selamat menjadi trendsetter-trendsetter batik yang mengharumkan bangsa dan negara tercinta!