Sunday, August 31, 2014

Revolusi Mental ala AirAsia

Kompetisi Blog 10 Tahun AirAsia Indonesia
Tema : "Bagaimana AirAsia Mengubah Hidupmu?"



Revolusi Mental ala AirAsia


            Sejak kecil, aku bermimpi untuk menjelajahi dunia. Aku ingin melihat berbagai objek wisata dan 7 keajaiban dunia yang selama ini diajarkan guru Geografi di bangku sekolah. Tak heran, aku sangat suka sekali menonton film yang mengangkat petualangan di berbagai penjuru dunia. Melihat aksi kocak Jackie Chan dan Steve Coogan dalam Around the World in 80 Days. Menikmati drama keliling dunia seru dalam Amazing Race untuk memperebutkan uang 1 juta Dollar Amerika. Aku tertarik melihat dan mengenal dunia yang begitu luas ini.

            Kehadiran AirAsia di Indonesia bagiku serasa jawaban atas doa-doa yang selama ini ku panjatkan. Sebagai maskapai berbujet rendah, AirAsia mengubah cara pandang masyarakat terhadap transportasi udara. Jika selama ini, pesawat identik dengan kaum berduit. Kini semua orang bisa merasakan bagaimana pesawat itu. Slogan “Now Everyone Can Fly” memang bukan hanya pepesan kosong, tapi terbukti dan dirasakan oleh puluhan juta orang di seluruh dunia.

            Bersama AirAsia, aku mengalami begitu banyak perubahan mendasar dalam memandang arti dari sebuah perjalanan. Liburan tidak lagi sekadar ajang berfoya-foya, belanja oleh-oleh, atau berfoto dengan ikon suatu destinasi. AirAsia membuat liburan sebagai sebuah ajang pembelajaran, pendewasaan, dan pengalaman baru yang mengubah cara berpikir kita tentang suatu hal. Aku tak lagi melihat destinasi, melainkan kisah di balik destinasi yang ku jelajahi bersama AirAsia.

            AirAsia mengubahku dari seorang turis menjadi seorang traveler. Jika selama ini, aku hanya tahu rute bandara – hotel – tempat wisata – toko oleh-oleh – hotel – bandara. AirAsia memberiku kebebasan untuk menentukan rute sesuai keinginanku. Aku bebas menentukan waktu untuk berjemur di pantai, menikmati kuliner, ataupun melihat orang yang berlalu lalang di jalan tanpa dikejar waktu oleh pemandu tur.

            Aku tak lagi mengikuti pola 6 – 7 – 8. Bangun jam 6, sarapan jam 7, dan berangkat jam 8 setiap hari. Tak hanya itu, aku bisa mengagumi kemegahan Angkor Wat, terdiam sejenak di Tuol Sleng Genocide Museum, hingga menikmati mangga muda di emperan Platinum Mall tanpa khawatir akan diburu-buru oleh pemandu tur. AirAsia tidak memberiku peta, tetapi kompas untuk menentukan ke mana aku harus melangkah tanpa hambatan.

            AirAsia mengubahku dari melihat destinasi menjadi pembuat kreasi. Jika selama ini, destinasi menjadi pertimbangan utama dalam berlibur. Kini AirAsia membuatku berkreasi dalam destinasi yang diberikan. Banyak rute promosi yang selama ini tidak ku kenal, justru menjadi sebuah destinasi yang menarik tatkala aku berkunjung didalamnya. Aku bisa melihat keindahan Wat Rong Khun ketika berada di Chiang Rai, menikmati kota yang tenang di Vientiane, ataupun melihat Emerald Pool di Krabi.

            AirAsia membuatku rajin mencari informasi, aktif mencari objek wisata dan cara mencapainya, serta mampu merancang jadwal perjalanan agar berjalan dengan lancar. Aku pun bebas berkreasi membuat itinerary dan lebih mengenal karakteristik destinasi yang akan dituju. AirAsia menuntutku untuk kreatif dan jeli dalam mengambil keputusan, sehingga jiwa petualanganku semakin terasah dengan baik.

            AirAsia mengubahku dari bermimpi menjadi beraksi. Selama ini, aku hanya bisa bermimpi pergi ke Hong Kong, Sydney, Singapore, dan berbagai destinasi lainnya dengan harga terjangkau. Berkat AirAsia yang aktif mengadakan promo, aku dan jutaan masyarakat lainnya tidak lagi bermimpi, tapi juga bisa beraksi untuk berangkat ke destinasi impian kami. Aku tak lagi melihat Sydney Opera House dan Sydney Bridge dari poster kalender rumah, tapi juga bisa merasakan dan melihat langsung objek wisata tersebut.

            AirAsia bisa membuatku merasakan kesenangan bermain di Universal Studios Singapore, melihat Petronas Twin Tower, hingga menikmati keindahan James Bond Island di Phuket tanpa lagi harus bermimpi. Cukup dengan berburu tiket murah, aku bisa langsung berangkat ke destinasi impian tanpa ada tapi-tapian.

            AirAsia mengubahku dari terencana menjadi perencana. Jika selama ini, tur memberi kepastian acara A – B – C – D, maka AirAsia bisa membuatku membuat acara C – A – D – B. AirAsia juga menuntutku untuk displin dan bertanggung jawab atas setiap tindakan yang dilakukan. Lewat promo yang dilakukan AirAsia satu tahun sebelumnya, aku belajar untuk merencanakan liburan sejak jauh-jauh hari, bukan mendekati tanggal yang diinginkan.

Aku juga belajar untuk mempersiapkan dokumen perjalanan yang dibutuhkan secara mandiri, mulai dari paspor, tiket pesawat, hingga visa yang diperlukan. AirAsia juga membuatku lebih tepat waktu dan displin dengan peraturan. Aku tak lagi berleha-leha untuk pergi ke bandara. Aku lebih sadar untuk tidak membawa cairan melebihi 100 ml dalam tas kabin. Aku juga memperhitungkan berat bagasi yang dibawa mengingat setiap kelebihan berat akan dikenakan biaya tambahan. AirAsia membuatku lebih terorganisir dalam mempersiapkan segala sesuatu.

AirAsia mengubahku dari malas menjadi cerdas. Jika selama ini, tur menyediakan apapun yang kita butuhkan dari A sampai Z. AirAsia membuatku lebih cerdas dengan membeli apa yang benar-benar aku butuhkan. Jika aku memerlukan paket kenyamanan, makanan, bagasi, atau paket hiburan, aku bisa memesan secara online untuk mendapatkan harga yang lebih murah dibandingkan membeli langsung di pesawat. Aku juga tidak lagi manja dan ingin dilayani, melainkan turut andil dalam menentukan do and don’t dalam suatu perjalanan.

Begitu banyak hal yang AirAsia ubah dalam hidupku. Aku belajar untuk berani mengeksplorasi suatu tempat asing secara mandiri, aku bisa merasakan kehidupan lokal secara nyata, serta aku bisa menjelajahi banyak tempat baru dengan hemat. Aku yang semula takut berbicara Bahasa Inggris, kini dapat melatih kemampuan dan belajar percaya diri. AirAsia telah melakukan revolusi mental dalam persepsi jutaan masyarakat Indonesia dan dunia tentang arti dari sebuah perjalanan.

Perjalanan tak lagi dipandang sebagai tujuan, melainkan proses yang membawa kita dalam kebaruan. Cara melihat, menilai, dan memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Kita juga tak lagi picik melihat perbedaan sebagai ancaman, melainkan kekayaan yang perlu dijaga dan dilestarikan. AirAsia berhasil merevolusi mental anak bangsa untuk lebih mencintai Indonesia setelah melihat berbagai destinasi yang ada di dunia.

Aku percaya bahwa mimpi itu sama halnya dengan Himalaya. Ia terlihat tinggi layaknya mendaki Gunung Everest. Namun tatkala kita gigih untuk mempertahankan dan menggapainya, yakinlah bahwa suatu saat nanti kita akan berada di atas sana. Mengibarkan bendara merah putih dan tersenyum bangga bahwa apa yang kita perjuangkan tidaklah sia-sia.

Sama halnya dengan AirAsia Indonesia yang berusia 10 tahun. Perjalanan masih sangat panjang untuk membawa jutaan penumpang Indonesia mewujudkan mimpi-mimpi mereka ke destinasi impian. Tapi satu hal yang aku yakin, AirAsia sudah berhasil mengubah hidupku, hidupmu, dan hidup kita semua untuk berani bermimpi dan beraksi melihat destinasi impian dengan tarif hemat. 

Teruslah mengudara dan biarkan revolusi mental ala AirAsia bekerja di tengah masyarakat Indonesia!



~ oOo ~

Membangun Rumah Lewat Imaji

Blog Kontes Mimpi Properti
Tema : "Mengejar Mimpi"



Membangun Rumah Lewat Imaji


Waktu kecil, guruku bertanya, “Kalau sudah besar mau jadi apa?” Sama seperti jawaban anak-anak pada umumnya. “Mau jadi dokter, Bu.” kataku polos. Aku tak sadar bahwa saat itu aku sedang membangun mimpi. Seiring berjalannya waktu, aku terobsesi menjadi seorang dokter. Aku membaca banyak buku tentang kedokteran, senang mengamati dokter ketika mengobati pasien, serta berperilaku seolah-olah menjadi seorang dokter. Orang tuaku hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah anaknya yang innocent ini.

            
Beranjak dewasa, aku lupa mimpiku untuk menjadi dokter. Realitas kehidupan yang menuntutku untuk bangun pagi, pergi ke sekolah, belajar hingga jam 4 sore, les, sampai akhirnya mengulang pelajaran di rumah. Semua kesibukan itu membuatku seperti robot hidup yang tak tahu bagaimana cara mengekspresikan kelelahan, kebosanan, dan kebebasan yang terkekang. Pendidikan yang padat membuatku menjadi komputer terprogram tanpa mempunyai mimpi.

             
Kini aku duduk di bangku kuliah. Sesaat lagi, jembatan karier akan siap menyambutku. Entah dengan sukacita atau justru ketidakpastian, aku bersiap untuk menjalaninya. Di titik ini pula, aku kembali memanggil ingatan lamaku tentang mimpi. Mimpi menjadi dokter yang berbanding terbalik dengan jurusan Ilmu Administrasi Bisnis yang ku ambil 3 tahun yang lalu. Lucu memang, kita menyemai mimpi untuk kemudian melupakan dan beralih pada zona aman setelah menyadari realitas.

            
Tapi aku tak pernah menyesal bermimpi. Lewat mimpi, aku bisa membangun idealisme tanpa terkekang oleh batas-batas yang diberikan keluarga, lingkungan, maupun kondisi. Terkadang aku tertawa membayangkan si “aku” yang kecil sibuk bermain stetoskop plastik sambil memeriksa denyut nadi boneka beruang coklat sambil berkata-kata sendiri. Aku tak sadar bahwa mimpi memberiku sebuah energi untuk berani keluar dari rutinitas, melakukan kegilaan, sampai akhirnya mewujudkan kemustahilan.

            
Setelah belasan tahun lupa cara untuk bermimpi, mungkin aku akan mengulang mimpiku sewaktu kecil. Aku ingin membangun rumah idaman di kawasan yang strategis dengan konsep minimalis tanpa membebani orang tuaku. Mimpi yang terdengar gila, bukan? Seorang mahasiswa tingkat akhir yang masih bau kencur dalam dunia karier bermimpi tentang properti yang harganya sudah mencapai miliaran rupiah itu. Karyawan yang sudah bekerja 30 tahun saja harus membanting tulang hingga remuk untuk mewujudkannya. Pikiran akan mimpi dan realitas terus bertabrakan hingga membentuk lubang hitam. Tinggal aku yang memilih, tetap bertahan atau larut dan hanyut dalam pusaran kenyataan.

             
Aku pun berjalan dalam mimpi menuju sebuah lahan kosong yang tak berbentuk. Ku lukis rumah kecil yang nyaman lewat kuas imaji. Aku menggambar sebuah rumah dengan ruangan yang mempunyai konsep ramah lingkungan, di mana angin pagi bisa masuk ke dalam rumah dengan bebas lewat ventilasi udara yang ada. Lantainya terbuat dari kayu jati yang kokoh, serta dindingnya dihiasi oleh belasan prestasi yang ku torehkan.

            
Di halaman depan rumah, ku tanam berbagai macam bunga dengan komposisi yang seimbang, sehingga membentuk formasi yang indah. Tak lupa ada sebuah garasi kecil untuk menginapkan sebuah mobil yang digunakan untuk bekerja. Bagian belakang rumah ku taruh sebuah meja dan kursi santai untuk meminum kopi sambil membaca koran di pagi hari sebelum mulai beraktivitas.

            
Ku goreskan sebuah kamar dengan tempat tidur yang nyaman. Ada ruang keluarga yang minimalis, namun tetap nyaman dengan penataan yang matang. Ada juga rak-rak buku yang tertata dengan rapi memuat buku-buku yang ku tulis. Tak lupa dapur kecil yang akan mengeluarkan aroma lezat tatkala istri tercinta memasak makanan untuk keluarga kami kelak. Sungguh sebuah rumah impian yang terukir dengan sempurna dalam imaji.


Saat aku tersadar, rupanya aku masih berdiri di lahan kosong yang sama sekali belum berbentuk. Aku pun melangkah pergi dan berjanji bahwa rumah impian itu kelak akan ada di sana. Di bawah sapuan kuas imaji, aku bisa merasakan sentuhan, aroma, dan tampilan visual dari rumah impian itu. Ada sebuah energi yang membuatku bergerak dan melangkah untuk mencapainya. Aku tak tahu sejauh apakah rumah impian itu berada, tapi yang jelas aku ingin meraihnya seberat apapun itu.


Ku pikir mimpi itu adalah produk dari sebuah kegilaan. Membayangkan sebuah idealisme dengan mengabaikan realita dan waktu. Tapi bukankah semua keberhasilan itu awalnya dari mimpi. Tatkala si anak bodoh Einstein bisa dikenal sebagai penemu yang mendunia. Mahasiswa drop out Bill Gates bisa mendirikan Microsoft, salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia. Anak singkong Chairul Tanjung bisa mendirikan Trans Corp. dan mempekerjakan lulusan S1 di perusahaan yang dirintisnya. Mimpi yang bisa membalikkan kondisi kehidupan dari pecundang menjadi pemenang.

             
Ku pikir mimpiku pun sama. Membangun rumah khayalan di negeri dongeng tanpa menyadari diri. Mungkin teman-temanku sudah mengatakan, “Woy bangun! Kita itu masih kuliah. Jangankan beli rumah, traktir pacar pakai uang sendiri saja susah.” Tapi bukankah mimpi itu gratis, saat pergi kencing ke toilet saja harus membayar?

             
Ada juga yang mengatakan, “Jangan bermimpi terlalu tinggi, nanti kalau tidak tercapai jatuhnya sakit.” Mungkin jika Einstein, Bill Gates, dan Chairul Tanjung berpikir hal yang sama, mereka bukanlah diri mereka yang ada seperti saat ini. Mungkin mereka satu dari sekian juta pengangguran yang masih mencari pekerjaan karena kondisi mereka. Mimpi memberi mereka sebuah peta ajaib yang menuntun mereka pada harta karun kesuksesan.

             
Aku pun sadar bahwa mimpi tanpa usaha adalah ilusi belaka. Aku teringat kata-kata Chef Degan saat mengeliminasi seorang peserta dalam acara Masterchef Indonesia. “If you want make your dream come true, wake up!” Mimpi, bangun, dan implementasi adalah perjalanan panjang seorang pemimpi untuk menjadi pemimpin di kemudian hari. Gagal, kecewa, dan airmata pastilah mewarnai cerita dalam perjalanan menuju mimpi.

             
Sama halnya dengan Mimpi Properti yang sedang membangun mimpi untuk mewujudkan mimpi masyarakat Indonesia akan properti, aku pun akan berjuang untuk mewujudkan rumah idaman itu menjadi nyata. Jika Mimpi Properti membangun navigasi dan sarana pencarian rumah secara mudah dan cepat, aku akan merancang masa depan lewat ilmu yang sudah ku dapatkan di bangku kuliah secara tepat dan cermat.

             
Aku akan membangun sebuah bisnis kecil yang dapat menunjang kebutuhan hidupku di masa mendatang. Aku sadar mimpi itu terlihat sangat jauh dan sangat sulit dicapai, tapi bukankah berani bermimpi adalah ciri bahwa aku masih diberi nafas kehidupan. Banyak orang yang takut bermimpi, akhirnya terpaksa mengubur mimpi mereka dalam batu nisan. Tak heran, guruku pernah berkata bahwa tempat paling kaya di muka Bumi adalah di kuburan karena disanalah terdapat jutaan mimpi besar yang ditinggalkan oleh pemiliknya.

       
Sama halnya dengan Mimpi Properti yang berjuang untuk membangun brand image baru dalam bidang pencarian properti online, aku pun berjuang untuk membangun bisnis yang mampu mengakomodir kebutuhan masyarakat di sekitarku. Aku tahu ada harga mahal yang harus dibayar untuk sebuah mimpi, tapi bukankah itu sepadan dengan investasi masa depan yang akan ku capai.

            
Aku, Mimpi Properti, dan kita semua sama-sama merajut mimpi yang berbeda. Aku bermimpi untuk rumah idaman yang nyaman. Mimpi Properti bermimpi untuk menjadi sebuah sarana pencarian properti online terdepan di Indonesia. Kita semua bermimpi untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari. Namun kita berada dalam satu frekuensi yang sama, yakni percaya dan yakin bahwa kelak mimpi itu akan menjadi nyata.

http://www.kontesmimpiproperti.com/
Mari kita rajut mimpi, untai harapan, dan bakar semangat agar langkah kaki kita semakin dekat menuju impian!

Ikuti Lomba Blog Kontes Mimpi Properti dengan mengunjungi laman http://www.kontesmimpiproperti.com/ yang diselenggarakan oleh Mimpi Properti dan dapatkan uang jutaan rupiah!
 

~ oOo ~

Ketika Tak Ada Lagi Air

Lomba Blog Anugerah Jurnalistik AQUA (AJA) IV
Tema : "Air dan Kehidupan, Untuk Indonesia yang Lebih Sehat"



Ketika Tak Ada Lagi Air

Sumber : m.riaupos.co

I. Prolog
Sumber : inilahflores.com
Waktu kecil, guruku berkata, “Anak-anak, jangan lupa cuci tangan sebelum makan ya!” Jawab kami semua, “Ya, Ibu.” Berbondong-bondong kami menghampiri keran air untuk mencuci tangan. Setelah itu, kami langsung duduk manis tatkala Ibu Guru membagikan nasi dan sop lezat sebagai menu makan siang. Aku tak sadar bahwa saat itu air sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan.

Pulang sekolah, mama menyuruhku mandi dan segera berganti pakaian. Sambil membuka keran selebar-lebarnya, aku mandi dengan sepuasnya. Membiarkan air yang sudah penuh di bak mandi tumpah ke lantai tanpa peduli menutup keran. Sambil mengekspresikan diri sebagai penyanyi kamar mandi, aku tak sadar bahwa aku sudah membuang sekian liter air saat mandi setiap harinya.

Beranjak dewasa, tatkala makan siang. Aku membeli sebotol AQUA untuk minum mendampingi makanan yang ku pesan. Aku makan semua nasi dan lauk pauk yang ada dengan lahap. Sesudah itu, aku meminum AQUA setengah botol dan meninggalkannya begitu saja di meja makan. Petugas pun datang membersihkan dan membuang botol bekas minumku ke tempat sampah. Aku tak sadar bahwa saat itu aku sudah membuang sekian mililiter air bersih dengan sia-sia.


Tatkala diopname masuk rumah sakit karena demam berdarah, aku diberi infus oleh dokter. Setiap pagi, dokter mengambil sampel darah untuk diteliti jumlah trombosit yang ada dalam tubuhku. Tak lupa orang tuaku menyuruh untuk banyak minum air putih guna memulihkan kondisi tubuhku dari penyakit. Aku tak sadar bahwa infus, darah, dan air putih adalah komponen air yang sangat lekat dalam kehidupan.


Ketika pelajaran Geografi di bangku SMP, guruku mengajarkan bahwa air itu mempunyai berbagai sifat. Salah satunya adalah mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah. Hanya saja, aku tak mengerti mengapa masih ada orang yang iseng membuang sampah rumah tangga ke sungai. Air pun menjadi keruh, berbau busuk, dan akhirnya menjadi sarang penyakit tatkala sampai di hilir. Aku tak sadar bahwa air seperti itulah yang selama ini kita gunakan di rumah.


Air itu mempunyai siklus yang berlangsung secara terus menerus. Diawali dengan penguapan, kondensasi, menyublim, hingga akhirnya turun sebagai hujan ke muka Bumi. Air hujan itulah yang diserap oleh tanah dan menjadi cadangan air bersih bagi kita. Hanya saja, aku tak mengerti mengapa pemerintah membabat habis lahan kosong yang tersedia untuk apartemen dan hotel. Lantas ke mana larinya air yang malang itu? Aku tak sadar bahwa air bersih semakin langka saat ini karena ulah manusia itu sendiri.



II. Realita
Sumber : antarafoto.com

Aku, kita, dan ratusan juta manusia di Indonesia tahu bahwa air mempunyai banyak fungsi penting dalam kehidupan. Hanya saja, kita pura-pura tidak tahu bagaimana cara menjaga air yang ada untuk tetap lestari. Toh kita anggap air itu banyak, apalagi Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Kekurangan air menjadi hal yang mustahil untuk terjadi, bukan? Logika berpikir yang keliru ini membuat penghargaan manusia atas air menjadi rendah.   


Air dianggap sebagai benda yang tak bernyawa. Setiap hari, tindakan menyia-nyiakan air menjadi sebuah sinetron yang tak pernah berakhir. Ada yang lupa mematikan keran air setelah cuci tangan, ada yang membiarkan air di bak tumpah karena malas menutup keran di toilet umum, ada yang menyisakan air botol sesudah makan, ada yang mandi berjam-jam di hotel karena tidak mau rugi, dan berbagai fakta lainnya yang seolah menjadikan takdir air sebagai sesuatu yang layak dibuang.


Padahal, berbagai penelitian, riset, dan buku sudah menyebutkan bahwa air mempunyai fungsi yang sangat penting dan vital bagi kebutuhan hidup manusia. Kita tak kekurangan media untuk menyebarluaskan pentingnya menjaga air karena ketersediaan air bersih dewasa ini semakin menipis. Facebook, Twitter, Instagram, dan lain sebagainya seolah hanya dijadikan ajang galau, curhat cinta, dan hal lain yang bersifat personal. Padahal, kebermanfaatan suatu media tergantung dari pemakainya.


Hampir semua orang menganggap bahwa kita takkan pernah kekurangan air. Mungkin kita lebih takut kekurangan BBM yang akhir-akhir ini mulai langka karena tidak bisa mengantar pacar ke mal, berangkat ke kampus, hingga nongkrong di restoran bersama teman. Air masih dianggap ada, namun tiada. Kita memakai air, tapi kita tak tahu bahwa air bersih itu kini terancam.


Kita tak sadar bahwa dari pagi hingga malam, kita menggunakan air untuk memenuhi kebutuhan hidup kita, mulai dari sikat gigi di pagi hari, memasak sarapan, minum kopi, pergi ke toilet, mencuci baju, mandi, hingga mencuci muka di malam hari. Air seperti apakah yang kita gunakan? Tentulah air bersih, bukan air yang sudah tercemar oleh limbah pabrik ataupun kotoran rumah tangga yang mengambang di sungai.



III. Ketiadaan Air
Sumber : antarafoto.com

Kita akan menghargai suatu hal, tatkala hal tersebut hilang dari kehidupan kita. Aku membayangkan tatkala air bersih itu tak ada lagi di muka Bumi. Aku membayangkan setiap muka yang ku temui di kampus berjalan lesu layaknya zombie hidup karena kekurangan cairan. Apalagi air merupakan komponen utama sel tubuh manusia yang mencapai 70 persen. Darah, cairan lambung, hormon, enzim, dan berbagai sel tubuh lainnya yang terbentuk dari air tidak dapat menjalankan fungsinya dengan maksimal.


Ketika melewati perkebunan, ku lihat semua tanaman menjadi layu karena tidak bisa melakukan proses fotosintesis, di mana air berperan penting dalam proses tersebut. Tatkala tersenyum, ku lihat gigi orang-orang di jalan menjadi kekuningan karena tidak sikat gigi. Air minum botol menjadi sebuah harta karun berharga untuk tetap menyambung hidup dari hari ke hari.


Kita terpaksa mandi dari air sungai yang keruh karena air bersih sangat kita butuhkan untuk minum. Belum lagi piring dan baju dicuci dengan air kotor yang dekil. Orang-orang berebutan masuk ke supermarket untuk membeli air bersih, bukan lagi mengantri BBM di pom bensin. Tak lama kemudian, kita semua akan lemas, terkapar, hingga akhirnya meninggal karena kekurangan air bersih.


Itukah proyeksi masa depan yang kita harapkan? Tatkala harga 1 liter air bersih lebih mahal dibandingkan  harga 1 liter premium. Jika bukan kita yang mengalami, apakah kita bangga mewariskan segala malapetaka kekurangan air bersih ini pada anak cucu kita? Sungguh sebuah ironi rasanya jika kita diberi pendidikan dari SD hingga kuliah tentang bagaimana cara menjaga air, tapi kita amnesia mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.



IV. Berguru Pada Alam
Sumber : www.artikelbiologi.com

Air dan kehidupan. Keduanya adalah dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Maka dari itu, menjaga air sama halnya dengan menjaga kehidupan. Apalagi air adalah nyawa dan nafas kehidupan setiap makhluk hidup yang ada di muka Bumi. Menyelamatkan air bersih sama halnya dengan menyelamatkan kehidupan umat manusia di muka Bumi.


Salah satu cara menjaga ketersediaan air bersih adalah mengubah persepsi terhadap air itu sendiri. Selama ini, kita menganggap air pasti tersedia esok hari. Anggaplah jika esok tidak ada lagi air bersih, maka apa yang kita lakukan. Dengan begitu, kita sadar untuk menjaga, melestarikan, dan menyimpan air bersih sebaik mungkin agar kita bisa tetap hidup dan beraktivitas dengan baik esok hari.


Ketika air mineral yang ada di botol AQUA selama ini kita sia-siakan, mulailah untuk menghabiskan air hingga tuntas. Isilah tubuh kita dengan air yang mampu membangkitkan metabolisme dan kesegaran tubuh kita, sehingga pikiran dan setiap tindakan yang kita lakukan dapat berjalan dengan prima. Meminum air 8 gelas sehari tentu akan menjadikan Indonesia lebih sehat.


Alam mengajarkan kita untuk hidup seimbang. Maka dari itu, menjaga keseimbangan itu menjadi sebuah keniscayaan yang harus dilakukan agar proses kehidupan dapat berjalan secara terus menerus dan berkesinambungan. Jangan salahkan alam jika banjir terjadi di kota besar karena perilaku masyarakat yang suka membuang sampah ke sungai, jangan salahkan alam jika terjadi kekeringan karena kurangnya daerah resapan air, jangan salahkan alam jika PDAM kekurangan air bersih karena sumur yang ada sudah dibeton untuk apartemen.


Tatkala keseimbangan itu terganggu, maka proses alam membentuk pola sirkuler baru yang bisa merugikan manusia itu sendiri. Alam telah memberikan tanda, tinggal bagaimana cara kita merespon tanda-tanda tersebut dengan bijak. Apakah membiarkan dan pura-pura tidak peduli atau justru aktif mengambil bagian dalam upaya menyelamatkan air bersih ini agar kita masih bisa menikmati masa depan yang lebih baik.



V. Epilog
Sumber : www.tempo.co

Aku sadar bahwa air bersih sangatlah penting untuk menunjang kehidupan umat manusia. Lewat hal kecil, aku bisa menyelamatkan air bersih dari kealpaan fungsinya. Aku bisa mulai menutup keran air tatkala sudah tidak digunakan, mandi dengan air secukupnya, dan tidak lagi asal-asalan membuang sampah ke sungai.


Aku tak lagi berbicara tentang teori air, capung, biopori, dan reboisasi, tapi melakukan apa yang bisa ku lakukan demi terjaganya kualitas air bersih di masa mendatang. Ketika setiap aku, kita, dan jutaan masyarakat lainnya bisa berpartisipasi, sadar, dan percaya bahwa air bersih itu penting, maka secara tidak langsung kita menginvestasikan air bersih untuk generasi yang akan datang. Janganlah berpikir untuk mengubah dunia, melainkan mengubah diri sendiri lewat cara memperlakukankan air secara personal dengan lebih baik.


Lewat air, kita bisa membangun pendidikan yang lebih baik. Anak-anak dapat pergi ke sekolah dengan semangat. Mereka bisa meminum sebotol AQUA agar bisa berkonsentrasi di kelas dengan baik. Mereka bisa berlari riang gembira di lapangan, berolahraga, dan menempuh ujian dengan maksimal. Mereka tak perlu takut lemas dan haus karena tersedia air bersih untuk mereka.


Lewat air, kita bisa menyehatkan Indonesia. Ibu rumah tangga tak lagi harus mandi, mencuci baju, dan memasak dengan air sungai yang sudah tercemar limbah pabrik, tetapi dapat menggunakan air bersih. Air yang bersih dan higienis membuat berbagai macam penyakit kulit, paru-paru, ginjal, dan lain sebagainya menjadi terdegradasi. Secara otomatis, keluarga miskin yang tinggal di bantaran sungai tidak lagi sakit-sakitan karena konsumsi air yang tidak layak digunakan.


Tidak ada lagi penyakit yang terstruktur, sistematis, dan masif yang terjadi pada masyarakat Indonesia, seperti batu ginjal akibat penumpukan zat kimia berbahaya dari air yang tidak sehat. Air bersih akan membuat angka harapan hidup masyarakat Indonesia menjadi lebih tinggi karena kualitas kesehatan yang baik.


Lewat air, kita menaruh harapan. Kelak anak cucu kita tak perlu takut kekurangan air bersih. Mereka bisa berkarya, berprestasi, dan belajar dengan baik karena asupan gizi yang baik. Layaknya air yang mengalir, mereka bisa mengikuti setiap rute perjalanan kehidupan dari hulu ke hilir. Kita bahkan bisa bermimpi bahwa kelak air bersih layak minum itu akan hadir di keran air rumah kita masing-masing lewat tangan mereka.


Aku percaya bahwa air bersih itu ada karena kita menghendakinya. Mereka tetap ada di mata, hati, dan setiap aliran darah yang mengalir di tubuh kita selama kita menjaganya. Mari kita menghidupi air, maka air akan menghidupkan kita semua!
Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Anugerah Jurnalistik AQUA (AJA) IV.



~ oOo ~