Lomba Penulisan Venue Museum Pasifika
Museum Pasifika : Jelajahi Budaya Asia dengan Sentuhan Modern
Jika selama ini image museum selalu dikaitkan dengan tempat yang kotor, berdebu, tidak terawat, angker, dan menyimpan aroma mistis, persepsi itu akan lenyap ketika kita berkunjung ke Museum Pasifika. Museum yang terletak di BTDC Area, Blok P Nusa Dua, Bali ini memang memiliki pesona tersendiri dibandingkan tampilan fisik museum pada umumnya di Indonesia. Dengan penataan yang modern dan arsitektur yang menawan, museum yang didirikan oleh warga Perancis, Philippe Augier pada tahun 2006 ini telah dikunjungi berbagai wisatawan lokal dan mancanegara yang ingin menikmati sentuhan seni tradisional Indonesia dengan sentuhan modern.
Museum Pasifika boleh dikatakan sarat akan estetika dan keindahan seni dari karya para seniman didalamnya. Berbagai karya dari seniman ternama, seperti Le Mayeur, Antonio Blanco, dan Renato Christiano terdapat dalam museum ini. Tak ketinggalan karya seni dari Emilio Ambron, Miguel Covarrubias, dan Theo Meier yang sangat memukau. Uniknya, Theo Meier adalah seniman pertama yang menjadi ikon pembukaan pameran saat Museum Pasifika pertama kali dibuka untuk umum. Museum yang sarat akan inspirasi ini akan membawa kita ke dalam petualangan sejarah seni lintas wilayah Asia Pasifik.
Secara umum, Museum Pasifika yang berdiri di atas tanah seluas 12.000 m2 ini terdiri dari 8 paviliun dan 11 ruangan untuk pameran berbagai karya seni, memiliki sekitar 600 karya seni dari 200 seniman yang berasal dari Indonesia, Melanesia, Pasifik, Polinesia, Indochina, Peninsula, dan beberapa negara lain di Asia. Masing-masing ruangan menyimpan lukisan sesuai asal negara si pelukis, yaitu:
Ruang 1 : Terdapat lukisan dari maestro yang berasal dari Indonesia, antara lain Raden Saleh, Affandi, Hendra Gunawan, Ida Bagus Nyoman Rai, dan Nyoman Gunarsa.
Ruang 2 : Di ruangan ini tersimpan lukisan serta buku-buku sastra yang berasal dari Italia. Sebut saja Renato Christiano yang menampilkan wanita Indonesia zaman penjajahan Belanda, Gilda Ambron, Piero Antonio Garriazo di mana objek lukisannya adalah tentang perempuan-perempuan Indonesia, pemandangan sawah, dan perkampungan tempoe dulu.
Ruang 3 : Disebut juga ruang Belanda dikarenakan di ruangan ini tersimpan lukisan dan diorama pelukis Belanda yang pernah tinggal Indonesia, seperti Wilem Gerard Hofker, Isac Israel, Hendrik Paulides, dan lain-lain.
Ruang 4 : Di sini dipamerkan lukisan hasil karya seniman berkebangsaan Prancis, antara lain Paul Gerrard, Pierre Sicard, dan Lea Lafugie.
Ruang 5 : Ruangan yang penuh dengan lukisan yang berasal dari pelukis Eropa-Jerman, Inggris, dan Swedia. Tidak kalah pentingnya di ruangan ini terdapat satu surat asli berisi tulisan tangan dari Presiden RI, Ir, Soekarno yang ditujukan kepada Le-Mayeur yang meminta kesediaannya mengajarkan melukis kepada Abdullah yang kemudian kita kenal dengan nama Basuki Abdullah.
Ruang 6 : Tempat diselenggarakannya pameran dengan segala pernak-pernik ala Bali tradisional seperti lukisan dan topeng Barong yang sering dipertunjukkan di pesta Barong dan Tari Kecak. Di depan ruang 6 ini terdapat sebuah taman yang indah. Di mana terkadang dijadikan tempat pertunjukan seni tari untuk menghibur tamu penting dari penjuru dunia.
Ruang 7 : Ruangan ini dinamakan ruang Indo-China, semua lukisan diruangan ini merupakan karya seni dari pelukis asal Vietnam, Thailand, Kamboja, dan Hongkong.
Ruang 8 : Disebut juga ruangan Asia, didominasi lukisan Opium khas negeri Tiongkok. (tema lukisan disini meggambarkan keadaan pecandu opium di daratan China pada abad pertengahan).
Ruang 9 : Di ruangan banyak terdapat patung-patung artefak, bekas perahu kayu, sangkar burung, baju besi perang, dan berbagai macam ornamen lainnya yang dipakai orang-orang Asia Pasifik di abad pertengahan.
Ruang 10 : Ruang Tahiti di mana semua hasil karya pelukis Tahiti dikumpulkan disini. Ada satu lukisan yang luar biasa berjudul Taj Mahal, India. Lukisan ini menggambarkan istana Taj Mahal di tahun 1955 dengan pelataran hutan liar membuat istana kuno itu menjadi berkesan mewah juga teduh dan angker.
Ruang 11 : Ruang terakhir yang menyimpan kain Ulos (kain ciri khas Batak untuk upacara adat) yang terbesar di dunia membentang dengan panjang hampir 20 meter dengan tinggi kain 2 meter tanpa ada sambungan jahitan sedikitpun.
Museum Pasifika juga menjadi tempat ASEAN Art Exhibition dalam rangkaian kegiatan KTT ASEAN ke-19 dan ASEAN Fair yang berlangsung di Bali pada 24 Oktober sampai 23 November lalu. Pameran ini akan menggambarkan bagaimana kesatuan dalam keragaman kawasan ASEAN yang menyajikan karya seni yang mewakili 10 negara anggota ASEAN, yaitu Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, Filipina dan Vietnam. Spektrum gaya yang dihadirkan seniman ini beraneka ragam, mulai dari naturalis sampai kontemporer. Gaya seni ini sekaligus mencerminkan pilihan individu serta perbedaan dalam perjalanan sejarahnya.
Tak ketinggalan pagelaran acara ASEAN Blogger Conference yang dilaksanakan di Museum Pasifika. Sebagai tempat yang memiliki cita rasa seni yang tinggi, Museum Pasifika menunjukkan bahwa keanekaragaman kultural dan sosial di Indonesia sangatlah beragam. Secara tidak langsung, panitia ASEAN Blogger Conference menunjukkan pada Blogger ASEAN bahwa kebudayaan Indonesia sangat menarik untuk dipelajari, dipahami, dan dipromosikan sebagai warisan budaya dunia yang tidak ternilai harganya.
Sebagai tempat wisata, Museum Pasifika memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara. Hal ini tentu patut dikembangkan agar citra museum di Indonesia dapat direvitalisasi dan menjadi sebuah tempat wisata menarik yang layak dikunjungi. Jika Perancis memiliki museum seni bernama Museum Louvre, maka Indonesia pun memiliki museum seni bernama Museum Pasifika. Dengan Museum Pasifika, hendaknya Indonesia dapat mengemas kekayaan budaya bangsa Indonesia dan Asia menjadi sebuah sajian karya seni yang utuh dan mengesankan.
Museum Pasifika juga telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti restaurant, rest room, function room, toilet, dan lahan parkir yang luas. Museum Pasifika berjarak sekitar 24 km dari Kota Denpasar, sehingga apabila kita ingin mengunjungi museum ini diperlukan waktu kira-kira 33 menit perjalanan. Waktu yang cukup singkat dan terbayar dengan sentuhan seni yang akan kita saksikan didalamnya. Ibarat sayur tanpa garam, rasanya kurang lengkap pergi ke Bali tanpa berkunjung ke Museum Pasifika.
Waktu berjam-jam tak akan terasa terlewati ketika menikmati karya seni yang ada di setiap bagiannya. Kita seolah dibawa ke dalam pusaran waktu sejarah untuk mengenal budaya Asia lebih dekat. Tentunya sentuhan itu akan kita dapatkan secara modern dengan penataan dan arsitektur yang menawan di Museum Pasifika ini. Penilaian kita terhadap museum pun berganti dari tempat yang angker menjadi tempat yang megah dan tak terlupakan. Maka dari itu, visit Museum Pasifika dan nikmati sentuhan seni didalamnya.
No comments:
Post a Comment