Tuesday, February 15, 2011

Menjadikan Bumi Sebagai “Home Sweet Home”

Beat Blog Writing Contest
Tema : “Lingkungan Hidup”



Menjadikan Bumi Sebagai “Home Sweet Home”

Bumi itu ibarat sebuah rumah. Nyaman atau tidaknya sebuah rumah untuk ditempati bergantung pada aktivitas yang dilakukan penghuni rumah tersebut sehari-hari. Jika kita rutin membersihkan rumah kita dari debu dan kotoran, maka rumah kita akan menjadi tempat tinggal yang nyaman untuk ditempati. Sebaliknya, jika kita memperlakukan rumah kita dengan semena-mena, maka rumah kita akan menjadi tempat tinggal yang buruk.

Demikian juga Bumi. Jika kita memperlakukan Bumi dengan baik dan bertanggung jawab, Bumi akan menjadi tempat tinggal yang nyaman untuk ditempati. Sebaliknya, jika kita memperlakukan Bumi dengan semena-mena, Bumi akan menjadi tempat tinggal yang buruk bagi manusia. Bumi yang rusak tentu akan mengakibatkan siklus alamiah yang terjadi di muka Bumi menjadi kacau. Perubahan iklim yang seyogianya dapat dinetralisir oleh proteksi alam, kini tidak dapat lagi dibendung karena hilangnya pelindung alam. Akibatnya, berbagai bencana alam, perubahan suhu, dan peningkatan tinggi permukaan laut terjadi secara global di muka Bumi.

InterGovernmental Panel on Climate Change (IPCC) sebagai lembaga yang bergerak di bidang lingkungan hidup menyimpulkan bahwa Bumi sedang mengalami pemanasan dan peningkatan suhu global yang mengakibatkan perubahan iklim secara ekstrim. Pemanasan global (global warming) itu sendiri diakibatkan oleh aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan. Penebangan hutan secara liar (illegal logging), pembakaran hutan untuk pembangunan, penutupan Ruang Terbuka Hijau (RTH), penggunaan bahan kimia yang merusak alam, dan lain sebagainya menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan alam. Pada akhirnya, alam tidak dapat mentoleransi perubahan iklim yang terjadi. Tentu manusia sebagai penghuni Bumilah yang harus menanggung akibatnya.

Sama seperti sebuah rumah, Bumipun akan memberi respon atas kerusakan yang sedang dialaminya. Jika rumah akan menjadi rapuh, kotor, berdebu, dan dipenuhi sarang laba-laba, Bumi pun memberi respon untuk menyeimbangkan kembali kondisi yang ada di sekelilingnya. Bencana alam, peningkatan suhu Bumi, dan berbagai hal lainnya merupakan indikator bahwa Bumi sedang melakukan proses penyesuaian. Tentu manusialah yang terkena dampak perubahan iklim sebagai pelaku perusakan Bumi.

Perubahan iklim yang terjadi di muka Bumi dapat dilihat dari banyaknya bencana alam yang terjadi di dunia. Gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi yang beberapa bulan lalu terjadi di Indonesia merupakan bentuk ketidakstabilan kondisi Bumi. Tentu kondisi ini tidak menguntungkan manusia. Begitu banyak kerugian dan korban yang jatuh akibat bencana yang terjadi. Bumi menjadi tidak bersahabat dan cenderung memusuhi manusia.

Perubahan iklim yang terjadi dewasa ini dapat kita lihat dari banyaknya fenomena alam yang terjadi. Saat ini, musim yang terjadi di muka Bumi tidak dapat lagi diprediksi. Musim kemarau yang seyogianya terjadi pada bulan Juni – November dan musim penghujan pada bulan Desember – Mei di Indonesia kini mengalami perubahan yang signifikan. Sebagai contoh, jika hari ini hujan, maka besok bisa berubah menjadi hari yang sangat panas.

Musim terus berganti secara tidak teratur. Akibatnya, tubuh kita seringkali jatuh sakit karena tidak sanggup beradaptasi untuk menghadapi perubahan cuaca yang terjadi. Flu, batuk, pilek, dan radang tenggorokan menjadi penyakit umum yang kita alami dalam kondisi pancaroba ini. Keadaan ini juga terkadang membuat manusia menjadi malas dan tidak produktif dalam bekerja. Tentu dampak dari perubahan iklim ini sangat merugikan bagi kehidupan manusia.

Kita juga melihat adanya kenaikan permukaan laut. Hal ini diakibatkan pencairan es di kutub. Pencairan es di kutub sendiri dipicu oleh meningkatnya konsentrasi gas karbondioksida di atmosfer yang menjadi penyumbang utama fenomena efek rumah kaca di Bumi. Bagi Indonesia, kenaikan permukaan air laut berpotensi menenggelamkan 50 meter daratan dari garis pantai Kepulauan Indonesia, sekitar 20 persen dari seluruh pulau di Indonesia, atau sekitar 3.000 pulau akan hilang di peta Indonsia. Selain itu, kenaikan permukaan laut juga dapat menenggelamkan kota yang berada pada daerah dataran rendah, seperti Jakarta. Tentu kita tidak ingin melihat ibukota negara kita menjadi lautan, bukan?

Kenaikan suhu Bumi secara signifikan juga kita rasakan sebagai dampak dari perubahan iklim. Tak heran jika banyak daerah di dunia mengalami kekeringan akibat suhu Bumi yang ekstrim ini. Hal ini mengakibatkan banyaknya gagal panen dan bencana kelaparan di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, kenaikan suhu Bumi dan musim yang tidak menentu, membuat beberapa harga bahan pokok mengalami kenaikan yang drastis. Harga cabe yang umumnya murah, kini melonjak hingga ratusan ribu per kilogramnya. Kenaikan harga ini juga diikuti sayur dan buah-buahan lain. Hal ini diakibatkan perubahan kalender tanam yang tidak disadari petani yang membuat tanaman tidak dapat beradaptasi dan akhirnya mati karena kekurangan suplai zat gizi yang diperlukan.

Berbagai hewan dan tumbuhan langka pun berkurang populasinya karena tidak dapat mempertahankan diri dari perubahan iklim yang terjadi. Hal ini dapat kita lihat dari populasi Panda di China. Perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab dengan menebang pohon secara sembarangan membuat habitat Panda terancam. Apalagi bambu sebagai tanaman yang menjadi makanan utama Panda kerapkali ditebang untuk dibuat menjadi bahan baku pemukiman. Akibatnya, Panda pun kehilangan rumah dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan iklim. Tak heran jika Panda, hewan, dan tumbuhan langka lainnya kini tidak dapat diselamatkan akibat perilaku manusia.

Begitu banyak dampak negatif yang dihasilkan dari perubahan iklim secara ekstrim ini. Bumi menjadi tidak bersahabat dengan manusia. Kini, Bumi menganggap manusia sebagai virus yang harus dibasmi karena perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab. Bencana alam dan perubahan iklim lainnya menjadi cara Bumi untuk menunjukkan murkanya. Tentu kita tidak ingin hal ini terjadi, bukan?

Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk memulai revitalisasi kondisi Bumi yang rusak. Hal itu dapat kita lakukan dengan memulai sebuah perubahan berarti bagi lingkungan di sekitar kita atau CHANGE. Manusia harus menjadi sahabat Bumi agar dapat memulihkan kondisi Bumi yang rusak dan meminimalisir dampak perubahan iklim yang terjadi.

C – Creative

Perubahan iklim menuntut kita untuk berpikir kreatif dalam mencari solusi cerdas untuk memulihkan kondisi Bumi. Hal ini dapat kita lakukan dengan menerapkan pola hidup hijau yang dikenal dengan 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle). Reduce dapat kita lakukan dengan mengurangi penggunaan sumber daya yang tersedia. Sebagai contoh, menghemat penggunaan air, mematikan alat elektronik yang tidak diperlukan, menggunakan transportasi umum untuk bepergian, dan lain sebagainya. Pola hidup hijau ini akan mereduksi penggunaan air, listrik, dan Bahan Bakar Minyak (BBM) secara signifikan. Dengan menerapkan pola hidup ini, otomatis kita juga akan menabung Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia untuk anak cucu kita kelak di masa mendatang.

Reuse dapat kita lakukan dengan memanfaatkan barang-barang bekas menjadi barang yang bernilai jual dan bermanfaat untuk digunakan kembali. Sebagai contoh, kita dapat menjadikan kaleng minuman bersoda sebagai kincir angin mini. Tentu kincir angin mini ini dapat menjadi barang yang bernilai jual di mata masyarakat. Kita juga dapat mengumpulkan bungkus bekas kopi instan untuk dijadikan aksesoris, seperti tas, dompet, dan lain sebagainya. Begitu banyak barang bekas lainnya yang dapat kita manfaatkan untuk dijadikan benda bernilai seni.

Pola hidup reuse dapat kita jadikan ajang untuk melatih kreativitas dan keterampilan diri. Kita akan terasah untuk menciptakan sesuatu yang kreatif dan bukan mustahil kita menjadi inovator handal yang bisa diandalkan bangsa dan negara tercinta dengan memanfaatkan barang-barang bekas yang tersedia. Reuse dapat membuat kita terampil dan terasah untuk mengubah sampah menjadi sesuatu yang bernilai jual.

Recycle dapat kita terapkan lewat kegiatan pengomposan dan daur ulang kertas. Kita bisa membiasakan pola hidup ini dengan memberikan koran yang sudah tidak terpakai pada pemulung koran. Beberapa perusahaan akan mengolah koran yang terkumpul untuk diolah kembali menjadi kertas. Dengan menerapkan recycle, kita juga akan meminimalisir penebangan liar yang terjadi di tanah air sebagai bahan baku pembuatan kertas. Kita juga bisa turut aktif dalam melakukan recycle dengan membuat kompos dari daun-daun yang berguguran di halaman rumah kita, serta sayuran bekas yang sudah tidak terpakai di dapur. Kompos yang kita buat tentu akan bermanfaat untuk menyuburkan tanaman.

Dengan pola hidup 3R, kita tertantang untuk menemukan solusi dalam mencegah perubahan iklim. Inovasi, gerakan, dan langkah aktif yang kita lakukan tentu akan mengasah kreativitas kita menjadi lebih baik. Kita akan menjadi trendsetter yang menyebarkan pola hidup hijau dengan metode yang cemerlang dan tidak hanya terpaku menjadi follower dengan melihat kesuksesan bangsa asing dalam menangani perubahan iklim.

H – Heal

Kita mungkin sudah familiar dengan lagu Heal The World yang dipopulerkan Michael Jackson. Lewat liriknya yang berbunyi “Heal the world / Make it a better place / For you and for me and the entire human race”, kita sebenarnya diingatkan untuk menjaga dan memulihkan kondisi Bumi kita menjadi lebih baik. Memulihkan Bumi berarti juga menjadikan Bumi sebagai tempat yang nyaman untuk ditinggali oleh umat manusia. Hal ini dapat kita lakukan dengan berbagai cara.

Membuang sampah pada tempatnya, tidak memakai bahan yang menggunakan gas freon (CFC), tidak menebang pohon dengan liar, dan lain sebagainya. Hal ini akan membuat langkah kita untuk melakukan revitalisasi Bumi lebih mudah dan cepat untuk dilakukan. Dampak kerusakan Bumi dapat diminimalisir jika kita mau bergerak untuk memulihkan Bumi dengan memperbaiki kebiasaan buruk kita terhadap Bumi selama ini.

A – Action

Aksi yang tepat juga akan memudahkan kita untuk melakukan revitalisasi Bumi. Sebagai contoh, kita bisa mengurangi penggunaan listrik untuk hal-hal yang tidak diperlukan. Mematikan lampu, televisi, AC, dan peralatan elektronik yang tidak dipakai dapat menghemat penggunaan listrik secara signifikan. Tentu aksi yang kita lakukan akan meminimalisir terjadinya pemadaman listrik akibat kurangnya daya yang dimiliki PLN.

Kita juga bisa mulai berinisiatif untuk menanam satu pohon di rumah kita masing-masing. Dengan menanam satu pohon, kita sudah memenuhi asupan oksigen yang dibutuhkan untuk dua orang yang ada di dalam rumah. Andaikan setiap rumah mau terlibat dalam menanam pohon, maka banyaknya konsentrasi gas karbondioksida sebagai cikal bakal terjadinya perubahan iklim dapat direduksi semaksimal mungkin. Aksi yang kita lakukan bukan hanya bermanfaat bagi keluarga kita, melainkan juga Bumi dalam memulihkan kondisinya.

Terlibat dalam gerakan memadamkan lampu sejam yang dikenal dengan Earth Hour 60+ juga dapat menjadi aksi dan kontribusi nyata kita untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Kita bisa menyukseskan gerakan yang dikoordinir oleh World Wide Fund for Nature ini dengan ikut terlibat dalam memadamkan listrik pada jam yang telah ditentukan. Seandainya 10 persen penduduk Jakarta atau sekitar 700.000 orang mau mematikan dua buah lampu selama sejam saja, maka 300 megawatt listrik berhasil dihemat. Otomatis aksi yang kita lakukan akan mengurangi emisi karbon yang dihasilkan sekitar 267 ton.

Bayangkan jika semua orang yang ada di Indonesia mau peduli terhadap perubahan iklim dengan mengikuti gerakan ini, yakinlah bahwa Indonesia tidak akan mengalami pemadaman listrik selama setahun mendatang. Indonesia juga sudah menjadi agent of change dalam menumbuhkan kepedulian masyarakat dunia terhadap perubahan iklim. Aksi yang kita lakukan akan memberi inspirasi dan motivasi bagi negara lain dan masyarakat di sekitar kita untuk memulai perubahan pola hidup yang berarti bagi lingkungan sekitar.

N – National Movement

Pemerintah juga harus ikut terlibat dalam mengurangi dampak perubahan iklim yang terjadi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan penyelenggaraan kegiatan lingkungan berskala nasional, seperti gerakan menanam 1.000 pohon, pembuatan Lubang Resapan Biopori (LRB), pemisahan sampah organik dan anorganik, dan masih banyak lainnya. Langkah ini tentunya harus dilakukan secara konsisten dan terus menerus agar dampak yang dihasilkan mampu menghasilkan perubahan yang berarti bagi lingkungan. Dalam hal ini, pemerintah bisa menggandeng beberapa perusahaan tertentu sebagai mitra dalam melaksanakan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) mereka agar berdampak nyata bagi masyarakat di Indonesia.

Diplomasi maupun kerja sama dengan negara lain juga dapat menjadi solusi aktif dalam menangani perubahan iklim. Pemerintah sudah mengaplikasikan langkah ini secara nyata pada tanggal 1 Februari lalu lewat kerja sama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Indonesia dengan United Kingdom Space Agency (UKSA) dalam bidang keantariksaan penanganan perubahan iklim (climate change). Perubahan iklim dan peningkatan ekonomi akan menjadi fokus sasaran dalam kerja sama Indonesia dan Inggris ini. Kerja sama tersebut akan bermanfaat bagi pembangunan kapasitas Measurement Reporting Verification (MRV) atau pengukuran emisi karbon akibat degradasi dan deforestasi hutan guna menangani perubahan iklim.

Pemerintah juga dapat terlibat aktif dalam memberikan gagasan maupun solusi dalam forum kenegaraan, seperti pertemuan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Melalui forum ini, diharapkan Indonesia tidak hanya menjadi objek dalam mencetuskan solusi perubahan iklim, melainkan dapat menjadi aktor dan pelaku utama yang memberi gagasan bagi negara lain untuk ikut serta dan terlibat dalam gerakan hijau. Tentu akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi Indonesia jika bisa memberikan solusi yang bersifat lokal, namun dapat diaplikasikan secara global oleh masyarakat dunia, seperti menanam tanaman Sansiviera atau lidah mertua di halaman rumah untuk mereduksi kandungan karbondioksida di lingkungan yang sempit dan tidak memiliki lahan terbuka.

G – Go Green

Saat ini, kendaraan bermotor sudah menjadi pemandangan rutin di jalan. Banyaknya pengendara kendaraan bermotor tentu berdampak pada peningkatan konsentrasi gas karbondioksida di udara. Akibatnya, akumulasi gas efek rumah kaca berkontribusi untuk meningkatkan suhu di permukaan Bumi dan mengakibatkan Bumi mengalami pemanasan global (global warming). Hal ini tentu memperparah kondisi Bumi kita yang sudah rusak.

Memulai gaya hidup hijau merupakan langkah tepat untuk revitalisasi Bumi yang rusak. Kita bisa memulai gaya hidup hijau dari diri kita sendiri, seperti memakai sepeda ke sekolah (bike to school), mengurangi pemakaian kantong plastik, memakai bahan yang ramah lingkungan dan dapat didaur ulang, mengurangi penggunaan styrofoam, mengolah sampah menjadi kompos, dan lain sebagainya. Hal ini tentu akan memberikan kontribusi berarti bagi Bumi untuk memulihkan kondisinya. Sebagai kaum muda, kita juga sudah menjadi agent of change dengan melakukan langkah kecil berarti ini bagi Bumi.

Setelah kita melakukan langkah ini dari diri kita sendiri, barulah kita mengajak orang lain untuk terlibat aktif dan ikut serta dalam upaya revitalisasi Bumi. Kita bisa menjadi contoh bagi orang lain untuk melakukan perubahan. Saya yakin orang lain akan tertarik untuk mencontoh kita jika apa yang kita lakukan berdampak positif bagi lingkungan. Kita bisa mengusung gerakan go green, seperti menanam pohon, membuat Lubang Resapan Biopori (LRB), dan lain sebagainya. Jika setiap orang mau terlibat aktif untuk menjaga lingkungan, saya yakin upaya revitalisasi Bumi bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan.

Saat ini, kita juga mengenal bahan bakar alternatif yang dinamakan bioetanol. Bahan bakar hasil fermentasi ini bisa menjadi solusi untuk mengganti bahan bakar kendaraan bermotor yang selama ini digunakan. Di samping murah dan ramah lingkungan, bioetanol juga mengurangi penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang ketersediaannya semakin menipis akhir-akhir ini.

Kemajuan teknologi juga dapat kita manfaatkan untuk mendukung aksi kita dalam revitalisasi Bumi. Kita bisa memakai barang elektronik yang menggunakan energi matahari dalam keseharian kita. Kita juga bisa membeli barang elektronik yang bisa didaur ulang agar ramah lingkungan dan mengurangi sampah elektronik yang mungkin ditimbulkan. Menciptakan teknologi ramah lingkungan juga dapat kita lakukan untuk melakukan perubahan. Di samping kita berkontribusi untuk menyelamatkan alam, kita juga sudah menjadi trendsetter bagi teman-teman kita dan orang lain dalam revitalisasi Bumi. Kita dapat mengoptimalkan sumber daya yang ada secara aplikatif untuk membantu proses revitalisasi Bumi yang dibutuhkan. Secara tidak langsung, kita sudah menerapkan gerakan go green dalam kehidupan kita sehari-hari.

E – Eco-efficiency

Bagi perusahaan, ekoefisiensi merupakan prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam upaya revitalisasi Bumi. Hal ini dapat dilakukan dengan pengelolaan limbah dengan baik, menggunakan bahan kimia secara bertanggung jawab, tidak mencemari lingkungan, dan memiliki tata kelola yang baik. Tentu dengan adanya ekoefisiensi, kita bisa meminimalisir dampak kerusakan alam yang terjadi. Ekoefisiensi juga membuat perusahaan menjadi perusahaan yang ramah lingkungan dan mengusung gerakan go green.

Dalam menyikapi perubahan iklim, kita juga harus memberikan reaksi yang tepat bagi kesehatan tubuh kita. Kita harus beradaptasi dengan perubahan iklim dengan berolahraga, makan makanan yang bergizi, tidak hujan-hujanan, dan menjalankan gaya hidup sehat. Tentu reaksi yang kita lakukan juga sekaligus melancarkan langkah kita untuk revitalisasi Bumi. Dengan tubuh yang sehat, kita bisa melakukan langkah konkret bagi Bumi.

Revitalisasi Bumi dapat terjadi jika setiap orang mau terlibat dan ikut serta dalam memulai perubahan atau CHANGE. Kita harus menanamkan persepsi bahwa Bumi adalah satu-satunya tempat tinggal yang menjadi milik kita bersama. Dengan begitu, kita akan menjaga rumah yang kita miliki dengan sebaik-baiknya. Tentu kita tidak ingin melakukan migrasi dan melanjutkan kehidupan kita di planet lain, seperti Mars karena Bumi sudah tidak layak lagi ditempati, bukan?

Perlu dipahami bahwa semua upaya ini tidak akan berarti apapun jika tidak didukung dari semua elemen yang ada di permukaan Bumi. Menyelamatkan Bumi bukanlah aksi sepihak dari satu kalangan tertentu, sementara di sisi lain masih ada pihak yang merusak lingkungan. Menyelamatkan Bumi adalah tanggung jawab kita bersama, tak terkecuali siapapun. Lingkungan akan memberi respon yang sama, baik pada si penyelamat maupun pada si perusak lingkungan. Maka sudah sepatutnya kita bersatu padu untuk memulai aksi menyelamatkan Bumi sejak dini.

Sama seperti sebuah rumah, Bumi dapat menjadi tempat tinggal yang nyaman jika diperlakukan dengan baik. Metabolisme alam untuk memberi manusia suplai oksigen yang memadai dan menyediakan makanan pun akan berjalan dengan lancar. Bumi pun akan menjadi “Home Sweet Home” yang nyaman untuk kita, anak, cucu, dan generasi kita di masa mendatang tempati. Maka dari itu, mari kita berubah dari pola hidup yang merusak lingkungan menjadi pola hidup yang ramah lingkungan. Saatnya melakukan perubahan bagi lingkungan di sekitar Anda!

Referensi :
http://gasolpertanianorganik.blogspot.com/2006/05/4r-reduce-reuse-recycle-replant.html
http://acil.menlh.go.id/index.php/sampah/1394-3r-reuse-reduce-recycle
http://www.berita8.com/read/2011/02/02/7/37905/Tangani-Perubahan-Iklim,-LAPAN-Gaet-Lembaga-Antariksa-Inggris
http://iklim.dirgantara-lapan.or.id/files/Final%20Country%20Report%20-%20Climate%20Change.pdf
http://www.earthhour.wwf.or.id/article_detail.php?id=48

No comments:

Post a Comment