Tuesday, October 20, 2015

Memaksimalkan Potensi Local Brand #SmescoNV

Lomba Blog SMESCO Netizen Award

Tema: “Local Brand Lebih Keren”

Memaksimalkan Potensi Local Brand #SmescoNV
Sumber: www.pesona.co.id
Berbicara tentang local brand, mungkin hal yang pertama kali terlintas di benak kita adalah kerajinan tangan atau produk yang dihasilkan dari pedesaan. Tidak salah memang, namun citra tersebut sudah mendarah daging dalam benak kita. Berbeda rasanya tatkala kita menyebut ZARA, Armani, Louis Vuitton, Rolex, Uniqlo, dan lain sebagainya yang gerainya biasa kita temukan di mal mewah, pasti kita mengatakan bahwa merek tersebut menjual produk yang prestisius, elit, dan berkesan wah. Tak heran jika banyak orang yang rela menghabiskan uang jutaan hingga ratusan juta rupiah demi mendapatkan produk yang dikatakan limited edition dari gerai merek internasional ini.
            
Ironis memang tatkala gerbang masuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 akan segera dibuka, masyarakat Indonesia lebih menyukai merek asing dibandingkan merek lokal. Tentu kita juga tidak bisa menyalahkan konsumen karena selera pasar bukanlah hal yang sinkron tatkala dikaitkan dengan nasionalisme atau rasa cinta terhadap produk tanah air. Tapi bisa jadi ada sebuah benang merah dibalik stagnannya pertumbuhan local brand di tengah era persaingan ekonomi global yang menuntut sebuah produk yang inovatif, kreatif, dan lain daripada yang lain.
              
Secara umum, produk local brand Indonesia sangatlah kaya dan beragam, mulai dari fashion, aksesoris, makanan, hingga kerajinan tangan. Sayangnya, promosi dan pengembangan produk lokal menjadi sebuah hal yang kerapkali diabaikan oleh pengusaha local brand. Asalkan mendapat omzet yang besar dari wisatawan asing atau lokal yang datang, mereka akan berpikir bisnis ini aman-aman saja. Padahal produk yang dihasilkan pun mempunyai siklus hidup yang perlu mendapat perhatian serius dari pengusaha lokal. Bisa jadi produk yang mereka jual saat ini sudah di tahap jenuh dan mendekati ambang kematian (mature product).
Sumber: www.yesshare.com
Tak hanya itu, kerapkali pengusaha local brand cenderung berpikir untuk menerapkan cost advantages strategy alias menjual produk dengan harga yang murah. Padahal konsumen tidak serta merta membeli produk karena harga yang murah. Akibatnya demi melakukan penghematan biaya bahan baku, tenaga kerja, dan berbagai faktor operasional lainnya, pengusaha memangkas kualitas produk demi mendapatkan keuntungan dari harga jual murah. Wajar rasanya jika konsumen tidak membeli local brand tatkala kualitas yang ditawarkan cepat rusak, cepat sobek, dan lain sebagainya karena kompromi kualitas yang dilakukan. Jika berbicara tentang harga murah dan kualitas lumayan, bisa jadi konsumen lebih memilih produk dari Tiongkok ketimbang Indonesia karena kemampuan manufaktur yang tinggi dan biaya tenaga kerja yang rendah.
             
Sayang rasanya jika produk Indonesia yang dikenal karena kearifan lokal dan ciri khas budaya yang unik ini justru menjadi tersisih di negeri sendiri karena dinilai tidak berkualitas oleh pasar. Maka dari itu, penting rasanya bagi local brand untuk mengutamakan kualitas ketimbang menjual dengan harga yang murah. Jangan lagi berada pada paradigma “yang penting laku”, tapi mulailah berpikir “produk yang berinovasi”. Tatkala paradigma itu sudah ada, maka pengembangan local brand dapat menjadi sebuah keunggulan bersaing yang besar dalam menyambut MEA 2015.
Sumber: bisnis.news.viva.co.id
Tak hanya itu, local brand juga seyogianya dikemas dalam bentuk yang eksklusif dan bernilai jual tinggi. Jangan sampai penjualan produk hanya dibungkus dengan kertas koran atau kantong keresek hitam karena akan memunculkan kesan brand yang murahan dan tidak bernilai. Coba untuk memikirkan kemasan yang mempunyai nilai estetika tinggi. Anyaman bambu, kotak kayu berukir, atau berbagai media lainnya dapat menjadi kemasan yang baik untuk memberi kesan wah pada produk local brand yang dijual. Tak hanya itu, kemasan produk juga bisa dikoleksi dan menjadi kenang-kenangan tersendiri bagi konsumen.
             
Local brand juga seyogianya mengangkat sesuatu dari kearifan lokal, sehingga tidak mudah dilupakan. Sayang rasanya jika kebanyakan produk lokal di Indonesia selalu berorientasi ke barat dalam penamaan produk, padahal istilah lokal kerapkali justru dicari oleh konsumen asing karena mempunyai nilai budaya yang tinggi. Coba saja kita mempunyai produk bernama Kabayan, Cepot, Pitung, Malin Kundang, atau sesuatu yang berbau lokal dan ada cerita menarik di belakang penamaan brand tersebut, pasar internasional akan menyambut produk tersebut dengan antusias karena ada nilai tambah yang coba ditawarkan oleh produk local brand tersebut.
             
Kita sadar bahwa cinta produk dalam negeri itu penting untuk menjaga keberlangsungan iklim ekonomi lokal yang digerakkan oleh SMESCO. Tapi pengusaha lokal pun jangan lantas diam dan puas dengan kampanye pemerintah semata agar masyarakat lokal membeli produk local brand yang mereka ciptakan. Maka dari itu, evaluasi dua arah antara pengusaha dan konsumen lokal haruslah dilakukan guna menciptakan local brand yang lebih keren. Perlu adanya inovasi dan kreativitas yang masif agar produk Indonesia bisa bersaing di pasar internasional. Tatkala produk lokal mampu menangkap selera pasar tanpa mengurangi kualitas dan bahan baku yang digunakan, pasti konsumen pun tanpa ragu akan membeli produk lokal yang ditawarkan.
             
Selamat berbenah dan menjadikan local brand juaranya!      

~ oOo ~

No comments:

Post a Comment