Life Is A Book - Berbagi inspirasi dan kreasi lewat kata. Mengisi lembaran kehidupan dengan cerita dan kisah. Sebuah kumpulan memoar kehidupan dalam jejak waktu dan ruang. Selamat menjelajah dan menikmati petualangan literasi dalam setiap alurnya - Life Is A Book

Saturday, April 30, 2011

Visit Banda Aceh 2011 : Saatnya Mengenal Pesona Serambi Mekah Lebih Dekat

Lomba Menulis Visit Aceh Year 2011
Tema : “Kebudayaan Aceh, kuliner Aceh, wisata, sejarah, maupun program kegiatan Visit Banda Aceh Year 2011 yang sedang berjalan”

Visit Banda Aceh 2011 : Saatnya Mengenal Pesona Serambi Mekah Lebih Dekat

Pagi itu, tepatnya pada 26 Desember 2004, gempa bumi dahsyat berkekuatan 9,3 SR terjadi di utara Pulau Simeuleu, Banda Aceh. Menyusul terjadinya gelombang tinggi tsunami yang menyapu daratan Aceh dan Sumatera Utara. Ratusan ribu korban tewas dan luka-luka, kerusakan infrastruktur yang sangat parah, ratanya rumah penduduk dengan tanah, dan hilangnya mata pencaharian penduduk akibat tsunami menimbulkan duka tersendiri bagi masyarakat Aceh dan Indonesia. Aceh seolah dibuat tak berdaya dengan bencana alam yang menimpa mereka.

Peristiwa yang terjadi 7 tahun yang lalu itu masih tergambar jelas di benak kita. Tangis, luka, kehilangan, dan kehancuran yang terjadi pada pagi itu, ternyata tidak menyurutkan semangat masyarakat Aceh untuk bangkit. Masyarakat Aceh sadar bahwa mereka harus bangkit dan menghadapi kenyataan yang ada dengan penuh pengharapan. Semangat dan motivasi yang dimiliki warga Aceh ini membuat Aceh mampu berdiri kembali sebagai provinsi yang bisa dibanggakan Indonesia.

Tak heran jika 7 tahun setelah peristiwa tsunami, Aceh mampu mengikrarkan momentum Visit Banda Aceh 2011. Hal ini membuktikan bahwa Aceh siap membuka dirinya kembali untuk dunia. Tentu kita patut mengapresiasi setiap langkah dan upaya yang dilakukan masyarakat Aceh dalam revitalisasi pesona Serambi Mekah. Diharapkan Visit Banda Aceh 2011 juga dapat membuka mata dunia bahwa Aceh adalah wilayah yang memiliki kekayaan berlimpah di Indonesia.

Aceh yang dikenal dengan julukan Serambi Mekah ini adalah sebuah kota yang berdiri pada tanggal 22 April 1205. Kota yang dulu dikenal dengan sebutan Kutaraja ini merupakan pusat pemerintahan, juga pusat segala kegiatan ekonomi, politik, sosial, budaya, dan pariwisata di Provinsi Aceh. Dengan luas 61,36 km2, Aceh terbagi menjadi 9 kecamatan, yakni Baiturrahman, Banda Raya, Jaya Baru, Kuta Alam, Kutaraja, Lueng Bata, Meuraxa, Syiah Kuala, dan Ulee Kareng. Meskipun memiliki luas wilayah yang relatif kecil, Aceh menyimpan pesona yang patut kita acungi jempol.

Berbagai pesona Aceh dapat kita temukan lewat wisata yang dapat kita ikuti di Aceh. Sebut saja, wisata kuliner, wisata sejarah, wisata budaya, dan wisata alam. Berbagai wisata yang ada diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan domestik maupun internasional secara signifikan. Maka dari itu, mari kita lihat wisata yang ada di Aceh lebih dekat.

Aceh – Wisata Kuliner

"Ka lheuh pajoh bu?" Kalimat yang berarti “Sudah makan belum?” ini merupakan sapaan hangat warga Aceh bagi para pendatang yang ingin menikmati sajian khas Aceh. Aceh ternyata memiliki wisata kuliner yang boleh kita acungi jempol karena kelezatan maupun keunikan rasanya. Apa saja menu yang bisa kita temukan di Aceh? Mari kita lihat bersama-sama.


Kita bisa menemukan Peleumak Udeueng yang gurih dan lezat di Aceh. Masakan yang terbuat dari udang ini dimasak dengan santan dan bumbu-bumbu masakan Aceh, seperti Sunti. Sudah pasti lidah kita akan turut bergoyang saat menikmati sajian ini. Ada juga Bu Guri atau Nasi Gurih yang mirip Nasi Uduk di Jakarta ataupun mirip Nasi Lemak di Malaysia dan Singapura. Keunikan Nasi Guri ini ternyata jauh lebih gurih dan aromatik. Aromanya tentu mengundang selera makan untuk mencicipi menu ini.


Kita juga bisa mencoba Tumeh Tirom atau Tumis Tiram. Masakan Aceh yang satu ini tidak terlalu banyak menggunakan bumbu karena ingin tetap merasakan manis yang berasal dari Tiram. Bahan yang ditambahkan pada Tumeh Tirom adalah kentang, cabe hijau dan sedikit asam Sunti. Tak ketinggalan Kanji Rumbi yang terbuat dari beras pulen yang ditumbuk kasar, kemudian direbus dan dicampur dengan bumbu seperti ketumbar, lada, bawang merah, jahe, biji pala dan adas manis. Biasanya menu ini disajikan dengan ayam dan udang, bila suka ada juga yang disajikan dengan telur setengah matang di atasnya. Menu ini sangat cocok dihidangkan untuk makan siang.


Selain itu, masih ada juga Boh Itek Masen, Beulacan, dan Sambai Udeung yang cocok dinikmati bersama menu utama. Kelezatan kuliner Aceh juga bisa kita temukan pada menu Bu Briani. Bu Briani adalah nasi yang dikukus dengan berbagai macam bumbu dan rempah. Walaupun sudah komplit dengan daging dan bumbu lainnya, biasanya Nasi Briani dilengkapi dengan acar, dalcan, dan kerupuk Meuling (kerupuk Melinjo). Menu yang komplit dan nikmat.


Tak hanya itu, Sie Reboh Cuka juga termasuk kuliner yang tak boleh dilewatkan. Daging rebus yang dimasak dengan bumbu-bumbu yang dihaluskan ini ditambahkan cuka, sehingga menimbulkan rasa asam yang segar. Biasanya menggunakan daging kambing dan daging sapi. Sangat enak disantap selagi hangat. Bagi penggemar makanan tradisional Aceh, Eungkot Kayeelah jawabannya. Eungkot Kayee atau ikan kayu adalah menu favorit orang Aceh. Selain memiliki rasa yang lezat dan unik, ikan ini terbuat dari ikan Tuna yang telah direbus, kemudian dikeringkan dan diiris kecil-kecil. Ikan Kayu ini ternyata tahan lama untuk dibawa perjalanan jauh, sehingga dapat dijadikan bekal dalam perjalanan. Selama perang Aceh melawan Belanda di hutan, menu makanan ini sangat terkenal karena sangat mudah dibawa dan dimasak. Menu ini wajib menjadi santapan kita selama berada di Aceh.


Selain itu, masih ada Gulee Pli’U yang menjadi Makanan Khas Aceh. Makanan yang terbuat dari berbagai macam sayuran ini dimasak dengan bumbu yang khas, yaitu Pli’U (kelapa yang telah dibusukkan). Sensasi rasanya tentu sangat pas di lidah kita. Ada juga Sie Masak Puteh yang terbuat dari campuran berbagai macam bumbu yang langsung meresap ke dalam daging sapi hingga ke tulangnya. Dicampur dengan santan kelapa, akan membuat kita meneteskan air liur untuk segera mencobanya.



Bagi penggemar masakan pedas, Mie Acehlah jawabannya. Mie yang dicampur dengan sayuran segar dan bumbu-bumbu lainnya, seperti bawang putih, bawang merah, cabe, dan lain-lain ini memiliki rasa yang lezat dan menantang. Biasa dicampur dengan kepiting, udang, telur, gurita, dan daging sapi. Terakhir, menu yang paling terkenal di Aceh adalah Ayam Tangkap. Menu makanan yang satu ini disajikan dengan menarik, yaitu ayam berbumbu yang digoreng bersama daun rempah-rempah yang beraroma harum dan menggugah selera. Dijamin wisata kuliner Aceh akan membuat kita kenyang, puas, dan tentu saja ingin mencoba lagi dan lagi.

Aceh – Wisata Sejarah

Wisata sejarah Aceh boleh dikatakan sangat beragam dan memiliki nilai historis yang tinggi. Hal ini dapat kita temukan dalam Mesjid Raya Baiturrahman. Mesjid yang menjadi saksi bisu sejarah Aceh ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, yakni pada tahun 1607-1636. Mesjid yang menjadi pusat pendidikan agama di Indonesia ini merupakan simbol religius, keberanian, dan nasionalisme rakyat Aceh.

Pada masa penjajahan Belanda, mesjid ini menjadi markas pertahanan rakyat Aceh.
Dengan luas 4.760 m2, mesjid ini mampu menampung 9.000 jemaat. Dengan arsitektur yang megah, yakni terdiri dari tujuh kubah, empat menara, dan satu menara induk, serta ruangan yang berlantai marmer buatan Italia, Mesjid Baiturrahman menjadi salah satu mesjid terindah di Indonesia. Keunikan lain dari mesjid ini adalah menjadi satu-satunya bangunan yang masih berdiri kokoh sesudah tsunami Aceh terjadi.

Kita juga bisa berkunjung ke Makam Sultan Iskandar Muda. Sultan yang berhasil membawa Kerajaan Aceh Darussalam ke puncak kejayaannya ini memerintah dalam kurun waktu 29 tahun. Ia juga menempatkan Kerajaan Aceh Darussalam sebagai kerajaan kelima terbesar di dunia pada abad ke-16. Beliau adalah pemimpin yang adil dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Maka tak heran muncul ungkapan "Adat bak Po Temeuruhoom, Hukom bak Syiah Kuala" yang berarti “Adat dipelihara Sulatan Iskandar Muda, sedang pelaksanaan hukum atau agama di bawah pertimbangan Syiah Kuala”.

Wisata sejarah lainnya yang dapat kita kunjungi adalah Gunongan. Gunongan merupakan simbol dan kekuatan cinta Sultan Iskandar Muda kepada Permaisurinya yang cantik jelita, Putri Phang (Putroe Phang) yang berasal dari Pahang, Malaysia. Bangunan ini terletak di Jalan Teuku Umar berhadapan dengan lokasi perkuburan serdadu Belanda (Kherkoff). Gunongan didirikan pada masa Pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) pada abad ke-17 dengan arsitektur bersegi enam, berbentuk seperti bunga, dan bertingkat tiga dengan tingkat utamanya adalah sebuah mahkota tiang yang berdiri tegak.

Ada juga Pintu Khop yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pintu Khop merupakan pintu penghubung antara istana dan Taman Putroe Phang. Tempat ini juga merupakan tempat istirahat Putri Phang setelah lelah berenang. Kita juga bisa berkunjung ke Kherkoff. Kata Kherkoff berasal dari Bahasa Belanda yang berarti kuburan. Keunikan Kherkoff adalah Peutjoet atau asal kata dari Pocut (putra kesayangan) Sultan Iskandar Muda dihukum oleh ayahnya sendiri (Sultan Iskandar Muda) karena melakukan kesalahan fatal dan dimakamkan di tengah tengah perkuburan ini.

Kita juga bisa berkunjung ke Makam Syiah Kuala. Beliau adalah seorang ulama Nusantara terkemuka yang bernama Tengku Abdur Rauf As Singkili di Abad XVI, yang terkenal baik di bidang ilmu hukum maupun keagamaan. Ada juga Makam Kandang XII yang menjadi tempat pemakaman Sultan Aceh. Sultan Aceh yang dimakamkan, antara lain Sultan Ali Mughayat Syah yang memerintah antara tahun 1514-1530. Beliau berhasil mengusir Portugis di Selat Malaka yang hendak menyerang wilayah kekuasaan Aceh, Kerajaan Aru (Sumatera Timur), Pasai, Pedir dan Daya, hingga ke Barus (Pancur), Tapanuli Tengah.


Terakhir, kita bisa menyaksikan monumen Pesawat Seulawah RI 001 yang menjadi cikal bakal penerbangan Garuda Indonesia. Pesawat Seulawah yang dikenal RI-1 dan RI-2 ini merupakan bukti nyata dukungan yang diberikan masyarakat Aceh dalam proses perjalanan Republik Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya. Pesawat Seulawah dibeli dengan harga US$ 120.000 dengan kurs pada saat itu atau kira kira 25Kg emas. Untuk mengenang jasa masyarakat Aceh tersebut, maka dibuat replika Pesawat Seulawah yang berada di Lapangan Blang Padang, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh. Wisata sejarah ini akan membawa kita menelusuri ruang-ruang sejarah Aceh yang sangat menarik untuk dieksplorasi.


Aceh – Wisata Budaya
Aceh boleh dikatakan memiliki wisata budaya yang unik dan memiliki ciri khas tersendiri. Hal ini terlihat dari alat musik dan tari tradisional Aceh yang menawan. Tak heran jika berbagai kesenian khas Aceh sering ditampilkan dalam acara kenegaraan dan festival budaya karena tingkat kesulitan dan kekhasan yang dimilikinya.

Alat musik tradisional Aceh bisa kita temukan pada Serune Kalee dan Rapai. Hal ini bisa kita temukan pada Serune Kalee. Surene Kalee adalah instrumen tiup tradisional Aceh, yaitu sejenis Clarinet yang terdapat di daerah Pidie, Aceh Utara, Aceh Besar, dan Aceh Barat. Alat ini terbuat dari kayu, bagian pangkal kecil serta di bagian ujungnya besar menyerupai corong. Di bagian pangkal terdapat piringan penahan bibir peniup yang terbuat dari kuningan yang disebut perise.

Serune ini mempunyai 7 buah lobang pengatur nada. Selain itu terdapat lapis kuningan serta 10 ikatan dari tem¬baga yang disebut klah (ring), serta berfungsi sebagai penga¬manan dari kemungkinan retak atau pecah badan serune terse¬but. Alat ini biasanya digunakan bersama genderang clan rapai dalam upacara-upacara maupun dalam mengiringi tarian-tarian tradisional.

Kita juga mengenal Rapai. Rapai merupakan sejenis alat instrumen musik tradisio¬nal Aceh, sama halnya dengan gendang. Rapai dibuat dari kayu yang keras (biasanya dari batang nangka) yang setelah dibulatkan lalu diberi lubang di tengahnya. Kayu yang telah diberi lubang ini disebut baloh. Baloh ini lebih besar bagian atas dari pada bagian bawah. Bagian atas ditutup dengan kulit kambing, sedangkan bawahnya dibiarkan terbuka. Penjepit kulit atau pengatur tegangan kulit dibuat dari rotan yang dibalut dengan kulit. Penjepit ini dalam bahasa Aceh disebut sidak.

Rapai digunakan sebagai alat musik pukul pada upa¬cara-upacara terutama yang berhubungan dengan keagama¬an, perkawinan, kelahiran, dan permainan tradisional, yaitu debus. Memainkan rapai dengan cara me¬mukulnya dengan tangan dan biasanya dimainkan oleh kelompok. Pemimpin permainan rapai disebut syeh atau kalipah.

Jenis tarian tradisional Aceh sangat beragam dan memiliki ciri khas tersendiri. Kita bisa melihat hal tersebut dalam Tari Ranup Lampuan. Tari Ranup Lampuan adalah salah satu tarian tradisional Aceh yang ditarikan oleh para wanita. Tarian ini biasanya ditarikan untuk penghormatan dan penyambutan tamu secara resmi. Ranup dalam bahasa Aceh yaitu Sirih, sedangkan Puan yaitu Tempat sirih khas Aceh. Ranup Lampuan bisa diartikan "Sirih dalam Puan". Sirih ini nantinya akan diberikan kepada para tamu sebagai tanda penghormatan atas kedatangannya.

Ada juga tarian Likok Pulo yang lahir sekitar tahun 1949 dan diciptakan oleh seorang Ulama berasal dari Arab yang tinggal di Pulo Aceh, yaitu salah satu kecamatan di Kabupaten Aceh Besar. Tarian ini pada hakekatnya adalah zikir kepada Allah SWT dan selawat kepada Nabi Muhammad SAW. Gerakan tarian pada prinsipnya ialah gerakan olah tubuh, keterampilan, keseragaman atau kesetaraan dengan memfungsikan anggota tubuh bagian atas, tangan sama-sama ke depan, ke samping kiri atau kanan, dari depan ke belakang, keatas dan kebawah, dengan tempo yang lambat hingga cepat. Tarian ini membutuhkan energi yang tinggi.

Tak ketinggalan Tarek Pukat yang menggambarkan aktivitas para nelayan yang menangkap ikan dilaut. Tarek yang berarti "Tarik", dan Pukat adalah alat sejenis jaring yang digunakan untuk menangkap ikan.

Selain itu, ada juga Rapa`i Geleng yang pertama kali dikembangkan pada tahun 1965 di Pesisir Pantai Selatan. Nama Rapa`i diadopsi dari nama Syeik Ripa`i yaitu orang pertama yang mengembangkan alat musik pukul ini. Permainan Rapa`i Geleng juga disertakan gerakan tarian yang melambangkan sikap keseragaman dalam hal kerjasama, kebersamaan, dan penuh kekompakan dalam lingkungan masyarakat. Tarian ini mengekspresikan dinamisasi masyarakat dalam syair (lagu-lagu) yang dinyanyikan. Fungsi dari tarian ini adalah syiar agama, menanamkan nilai moral kepada masyarakat, dan juga menjelaskan tentang bagaimana hidup dalam masyarakat sosial.

Terdapat juga Tari Saman yang sangat terkenal dari Aceh. Syair dalam tarian Saman mempergunakan bahasa Arab dan bahasa Aceh ataupun Gayo. Pada masa lalu, Tari Saman biasanya ditampilkan untuk merayakan peristiwa - peristiwa penting dalam adat dan masyarakat Aceh. Selain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pada kenyataannya nama "Saman" diperoleh dari salah satu ulama besar Aceh, Syech Saman.

Tari Saman biasanya ditampilkan tidak menggunakan iringan alat musik, akan tetapi menggunakan suara dari para penari dan tepuk tangan mereka yang biasanya dikombinasikan dengan memukul dada dan pangkal paha mereka sebagai sinkronisasi dan menghempaskan badan ke berbagai arah. Tarian ini dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syech. Karena keseragaman formasi dan ketepatan waktu adalah suatu keharusan dalam menampilkan tarian ini, maka para penari dituntut untuk memiliki konsentrasi yang tinggi dan latihan yang serius agar dapat tampil dengan sempurna. Tarian ini khususnya ditarikan oleh para pria.

Kita juga bisa melihat tari Laweut. Sebelum sebutan Laweut dipakai, tarian ini mulanya disebut "Seudati Inong", karena tarian ini khusus ditarikan oleh para wanita. Gerak tarian ini, yaitu penari dari arah kiri atas dan kanan atas dengan jalan gerakan barisan memasuki pentas dan langsung membuat komposisi berbanjar satu, menghadap penonton, memberi salam hormat dengan mengangkat kedua belah tangan sebatas dada, kemudian mulai melakukan gerakan-gerakan tarian.

Keunikan tari Pho juga bisa kita saksikan di Aceh. Perkataan pho yang berasal dari kata peubae yang artinya meratoh atau meratap. Pho adalah panggilan atau sebutan penghormatan dari rakyat.hamba kepada Yang Maha Kuasa yaitu Po Teu Allah. Bila raja yang sudah almarhum disebut Po Teumeureuhom. Tarian ini dibawakan oleh para wanita, dahulu biasanya dilakukan pada kematian orang besar dan raja-raja, yang didasarkan atas permohonan kepada Yang Maha Kuasa, mengeluarkan isi hati yang sedih karena ditimpa kemalangan atau meratap melahirkan kesedihan-kesedihan yang diiringi ratap tangis. Sejak berkembangnya agama Islam, tarian ini tidak lagi ditonjolkan pada waktu kematian, dan telah menjadi kesenian rakyat yang sering ditampilkan pada upacara-upacara adat.

Tari yang tak kalah terkenalnya adalah Tari Seudati. Sebelum adanya Seudati, sudah ada kesenian yang seperti itu dinamakan Retoih, atau Saman, kemudian baru ditetapkan nama syahadati dan disingkat menjadi seudati. Pemain seudati terdiri dari 8 orang pemain dengan 2 orang syahi berperan sebagai vokalis, salah seorang diangkat sebagai syekh, yaitu pimpinan group seudati. Seudati tidak diiringi oleh instrument musik apapun. Irama dan tempo tarian, ditentukan oleh irama dan tempo lagu yang dibawakan pada beberapa adegan oleh petikan jari dan tepukan tangan ke dada serta hentakan kaki ke tanah. Tepukan dada memberikan suara seolah-olah ada sesuatu bahan logam di bagian dada atau perut yang dilengketkan sehingga bila dipukul mengeluarkan suara getar dan gema.

Ada juga upacara Meunineum yang dilakukan pada kehamilan seorang istri. Upacara Meunieum ini ada juga yang dilakukan sewaktu seorang istri hamil setelah 7 bulan. Bahan makanan yang dibawa oleh pihak orang tua si suami adalah Bu Kulah, yaitu nasi putih yang dibungkus dengan daun pisang berbentuk piramid di dalam hidang, Bu Leukat (nasi ketan) untuk pesunting menantu yang sedang hamil, disertai Ayam Panggang dan Tumpou.

Di samping itu, ada juga upacara Peusijuek Dapu (setawar sedingin tempat berdiang) yang dilakukan orang tua dan ahli keluarga dari orang tua suami, yaitu orang tua pihak suami menyunting ketan kepada menantunya yang perempuan dengan uang Teumeutuek dan disertai dengan sepersalinan pakaian. Kita juga mengenal upacara Woe Linto. Upacara ini dilakukan tiga hari sebelum naik pengantin (Woe Linto) terlebih dahulu oleh pihak pengantin laki (Linto) diantar kepada pihak pengantin perempuan (Dara Baro). Sayangnya, jenis upacara ini tidak ditampilkan untuk umum. Wisata budaya yang disajikan di Aceh tentu mampu menimbulkan decak kagum kita terhadap Aceh.

Aceh – Wisata Alam

Pesona alam di Aceh pun patut menjadi destinasi wisata kita selama berada di Aceh. Dengan keindahan alam yang memukau, Aceh tak jarang menjadi tujuan wisata internasional. Hal ini bisa kita temukan dari pesona Pantai Lampuuk di Aceh. Pantai ini terkenal dengan keindahannya yang mempesona, dimana kita dapat menyaksikan pegunungan dan laut menjadi satu kesatuan yang indah. Mungkin memang kita sering menyaksikan pemandangan gunung dan laut yang menyatu di lukisan-lukisan yang ada di kartu pos. Namun, jika kita pergi melihat pantai ini, kita dapat melihat bahwa pemandangan indah yang tergambar di kartu pos ini tergambar jelas di depan pelupuk mata kita.

Ada juga Pulau Rubiah di Sabang, Aceh. Jika kita adalah penggemar batu mulia, batu rubi adalah salah satu batu yang terindah yang ada di dunia ini. Bisa jadi, nama Pulau Rubiah itu ada karena memang keindahan kemilau pantai di pulau tersebut sama indahnya dengan keindahan batu mulia tersebut. kita bisa pergi ke pantai tersebut dengan menggunakan fasilitas rental Mobil Aceh, Anda bisa menyaksikan lautan biru yang bersih dan juga pepohonan yang melambai dengan anggun dan dataran hijau yang menyegarkan mata.

Tak ketinggalan Pantai Iboh yang berjarak 25 kilometer dari Kota Sabang. Di tempat ini wisatawan juga bisa menyelam dan bersnorkeling ria. Tidak hanya itu, pengunjung juga bisa menyeberang ke Pulau Rubiah dengan menggunakan speed boat yang memakan waktu hanya 10 menit. Wisata alam Aceh tentu mampu menjadi refreshing bagi otak kita setelah berkutat dalam kesibukan kerja sehari-hari.

Melihat wisata-wisata yang ditawarkan di Aceh, rasanya momentum Visit Banda Aceh 2011 bukan hanya sebatas slogan belaka, tetapi dapat direalisasikan pemerintah Aceh secara nyata di lapangan. Aceh tampak sudah sangat matang dalam mengikrarkan diri sebagai tujuan ataupun destinasi wisata favorit internasional yang layak diperhitungkan di mata internasional. Kesiapan Aceh ini dapat dilihat dari diadakannya kegiatan Banda Aceh Expo 2011 pada bulan Juli mendatang. Tentu pameran ini diharapkan dapat mengundang lebih banyak wisatawan untuk hadir dan menyaksikan pesona Aceh.

Tsunami mungkin boleh meluluhlantakkan Aceh, namun pesona yang dimiliki Serambi Mekah ini tidak akan pernah pudar. Dengan adanya program Visit Banda Aceh 2011, Aceh akan membuktikan bahwa Aceh layak dinobatkan sebagai wilayah Indonesia terfavorit dalam pariwisata internasional. Sampai saat itu tiba, mari kita bersama kembangkan, lestarikan, dan banggakan Aceh di kancah internasional!

Link Banner Visit Aceh : http://bandaacehtourism.com/