Life Is A Book - Berbagi inspirasi dan kreasi lewat kata. Mengisi lembaran kehidupan dengan cerita dan kisah. Sebuah kumpulan memoar kehidupan dalam jejak waktu dan ruang. Selamat menjelajah dan menikmati petualangan literasi dalam setiap alurnya - Life Is A Book

Friday, May 7, 2010

Saatnya Menjadi Agen Perubahan




Saatnya Menjadi Agen Perubahan

“Apa yang sudah Anda lakukan bagi lingkungan di sekitar Anda?” Begitulah pertanyaan yang selalu dilontarkan para pakar lingkungan kepada masyarakat Indonesia. Mayoritas orang menjawab kelestarian lingkungan kan tanggung jawab pemerintah bukan tanggung jawab saya, jadi saya tidak perlu ambil bagian dalam hal ini. Persepsi kita terhadap kelestarian lingkungan hidup yang keliru membuat kita menjadi acuh tak acuh terhadap lingkungan hidup di sekitar kita.

Tak usah jauh-jauh, baru-baru sebuah perusahaan agen iklan dituntut pemerintah karena telah melakukan penebangan pohon. Belum lagi banyak pemasang iklan yang tidak tahu menahu soal kelestarian pohon, seperti memaku papan iklan di pohon-pohon yang ada di jalan. Padahal hal itu dapat mematikan sirkulasi zat makanan dalam pohon. Pada akhirnya, pohon itu lama kelamaan akan mati karena karat paku yang dihasilkan. Sungguh memprihatinkan, bukan?

Lain halnya dengan pengguna jalan raya. Banyak kendaraan yang sudah rusak dan tidak layak pakai menghiasi jalanan. Padahal emisi gas buang kendaraan tersebut sangat besar dan energi yang dibutuhkan juga sangat banyak. Akibatnya bukan hanya menyumbang gas karbon dioksida sebagai pemicu pemanasan global dan gas efek rumah kaca, tetapi juga menghabiskan SDA yang tidak dapat diperbaharui dengan cepat. Dalam hal ini, ketersediaan minyak bumi akan semakin menipis.

Mungkin kita juga tidak menyadari jika kita sering menggunakan parfum, kulkas, dan alat elektronik yang mengandung CFC (Clorofluorocarbon). Padahal gas CFC merupakan salah satu gas perusak lapisan ozon yang ada di atmosfer. Tak heran jika kemajuan teknologi yang ada juga diikuti semakin rusaknya lingkungan hidup. Memang tidak dapat dipungkiri banyak pihak yang berusaha mendayagunakan teknologi untuk menyelamatkan lingkungan, namun banyak pula orang yang tak peduli dengan lingkungan di sekitarnya.

Lewat tindakan-tindakan kecil yang merusak lingkungan itulah muncul berbagai bencana alam akhir-akhir ini. Musim hujan dan kemarau yang panjang membuat wilayah Bandung Selatan terendam banjir setinggi 3 meter, banyaknya gagal panen akibat cuaca yang tidak menentu, pulau-pulau yang rendah mulai tenggelam karena naiknya debit permukaan air laut, spesies makhluk hidup tertentu mendekati kepunahan karena kehilangan habitat, suhu permukaan Bumi terus meningkat, dan masih banyak lainnya. Akibatnya tentu berdampak pada mahkluk hidup yang ada di Bumi, khususnya manusia. Berbagai penyakit mutasi berbahaya bermunculan seiring dengan adanya fenomena alam ini.

Menyadari hal ini tentu sangat tidak lazim jika kita menyalahkan pemerintah untuk kerusakan alam dan lingkungan hidup yang ada di negeri kita. Sudah bukan saatnya lagi kita menunjuk siapa dalang di balik kerusakan alam yang terjadi di Indonesia. Sudah saatnya kita menyadari bahwa lingkungan hidup juga menjadi tanggung jawab setiap manusia di dunia. Guru saya pernah berkata, “Lingkungan itu buta.” Lingkungan tidak pernah melihat kebaikan atau keburukan apa yang kita lakukan, tetapi lingkungan akan memberikan respon pada semua orang. Jika kita merusak lingkungan, tentu bukan hanya kita yang terkena dampaknya, tetapi juga orang-orang yang ada di sekitar kita.

Lalu apa saja yang dapat kita lakukan untuk menjaga lingkungan? Apakah hanya para pakar lingkungan saja yang dapat beraksi untuk menyelamatkan Bumi? Tentu tidak, bukan? Setiap orang pada dasarnya dapat berbuat sesuatu untuk lingkungan. Sebagai contoh, saya sendiri melakukan proyek penyelamatan Bumi dengan hal yang sangat simple. Menggunakan kertas pada kedua sisinya, tidak menggunakan tissue berlebihan, dan tidak membuang sampah sembarangan sudah saya biasakan sejak dini. Tidak dapat dipungkiri jika awalnya saya ogah melakukan hal ini karena tidak praktis. Namun melihat kondisi lingkungan kita saat ini, sudah sepatutnya hati kita tergerak untuk menyelamatkan Bumi. Menyelamatkan Bumi juga berarti menyelamatkan kehidupan yang ada di dalamnya, termasuk eksistensi manusia. Tentu kita tidak ingin anak cucu kita melihat Bumi yang porak poranda karena ulah kita sendiri, bukan?

Saya salut dengan anak muda yang mau mempromosikan Earth Hour yang dirancang WWF di Indonesia. Mereka mau mengkampanyekan program mematikan listrik selama 1 jam ini kepada masyarakat umum tanpa dibayar. Sungguh semangat yang luar biasa. Saya juga angkat topi untuk aksi Pemkot Bandung yang menyelenggarakan program Car Free Day setiap hari Minggu untuk mengurangi emisi gas buang dan menghijaukan kembali Kota Bandung. Lalu apa aksi kita?

Sudah saatnya kita menjadi agen perubahan di Indonesia. Mulailah melestarikan lingkungan dari hal-hal yang kecil, seperti menanam pohon di rumah, menggunakan kendaraan ramah lingkungan, tidak memakai produk yang mengandung CFC, dan berbagai hal lainnya. Walaupun aksi kita tidak tampak di dunia, namun kita patut bangga pada diri kita sendiri. Kita sudah menjadi agen penyelamat Bumi tanpa tanda jasa. Biarkan Bumi yang membalas perbuatan kecil kita tanpa dilihat siapapun. Earth needs your hand to save it. Siapkah kita menjadi agen perubahan di Indonesia?

1 comment:

  1. Menjadi agen perubahan itu mudah. Itulah pesan yang dikemas secara singkat dan menarik dalam artikel ini. Nice post ^_^

    ReplyDelete